Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 22 Mei 2019 | 03:00 WIB
Seorang warga iktikaf di Masjid Saka Tunggal Baituassalam Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. [Suara.com/ Teguh Lumbiria]

SuaraJawaTengah.id - Alat pengeras suara di masjid, umumnya rutin digunakan setiap hari. Terutama untuk azan, sebagai bentuk panggilan atau ajakan kepada umat muslim untuk melaksanakan ibadah salat.

Namun, tidak demikian dengan Masjid Saka Tunggal Baitussalam di Dusun Cikakak, Desa Cikajak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pada masjid yang dipercaya tertua di Indonesia itu, alat pengeras suara jarang sekali digunakan, baik untuk azan maupun penyambung suara imam.

Sebagaimana disampaikan Imam Masjid Saka Tunggal yang juga juru kunci generasi ke-12, Sulam, kumandang azan untuk salat wajib, setiap harinya tidak pernah menggunakan pengeras suara.

Begitu juga dengan pelaksanaan salat tarawih, hingga bulan Ramadan ini. Alat pengeras suara tetap tersimpan rapi, karena tidak digunakan.

Baca Juga: Bubur India Masjid Pekojan, Tradisi Takjil Saudagar Gujarat

Demikian halnya dalam pelaksaanaan salat Jumat. Saat azan maupun khutbah, alat pengeras suara juga tidak digunakan.
Menurut Sulam, alat pengeras suara hanya digunakan pada waktu jamaah salat membeludak. Kondisi itu, dalam setahun nyaris hanya terjadi sekitar dua kali.

“Ada pengeras suara, cuman jarang digunakan. Paling ketika jamaah membeludak, biasanya ketika Idul Fitri atau Idul Adha,” kata Sulam, ditemui baru-baru ini.

Sulam menghitung, jamaah dalam salat Jumat umumnya berkisar antara 150-200 orang. Dalam hitungan jumlah itu, suara imam masih terdengar sampai ke makmum terjauh. Karena itu, dirasa tidak perlu menggunakan alat pengeras suara.

Sedangkan saat Idul Fitri atau Idul Adha, jumlah jamaahnya mencapai 500 orang.

“Kalau membeludak seperti itu sudah perlu digunakan (pengeras suaranya). Karena suara imam tidak memungkinkan sampai ke makmum terjauh. Jadi ketika dihitung, (penggunaan pengeras suara untuk azan atau penyambung suara imam dalam salat) ya paling dua kali dalam setahun,” kata dia.

Baca Juga: Masjid Istiqlal Direnovasi, Apakah Akan Ubah Ciri Khas?

Pengeras suara, justru lebih sering digunakan untuk kegiatan hari besar Islam. Contohnya ketika ada salawatan di bulan Maulud.

“Kadang ada acara salawatan, di bulan Maulud acara Maulud Nabi, itu digunakan,” kata dia.

Terkait dengan jarangnya keperluan penggunaan pengeras suara untuk keperluan saat, Sulam memastikan bukan aturan. Menurut dia, hal itu hanya berkaitan dengan urusan kebutuhan saja.

“Tidak ada pantangan. Itu sifatnya kepentingan saja, tergantung situasinya,” kata Sulam.

Lebih lanjut disampaikan Sulam, bahwa alat yang rutin digunakan saban waktu salat adalah bedug. Bagi jamaah masjid setempat, penabuhan bedug sudah mutlak dipahami sebagai tanda bahwa waktu salat telah datang.

Di masjid ini, ada satu bedug yang rutin ditabuh saat masuk waktu salat. Bedug ditempatkan di dalam masjid yang letaknya pada bagian depan.

Kontributor : Teguh Lumbiria

Load More