Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Jum'at, 09 Agustus 2019 | 17:30 WIB
Sebanyak 30 wali murid Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Furqon, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, melakukan aksi protes, Jumat (9/8/2019). [Suara.com/Reza]

SuaraJawaTengah.id - Sebanyak 30 wali murid Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Furqon, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, melakukan aksi protes, Jumat (9/8/2019).

Massa yang didominasi ibu-ibu tersebut, memprotes menu katering yang dibagikan sekolah kepada anak-anaknya. Mereka kesal karena makanannya telah basi dan bau.

Puluhan emak-emak tersebut memulai aksi dengan membubuhkan tandatangan di spanduk kain. Pada spanduk putih tersebut, mereka menuliskan "Perkumpulan Wali Murid Menolak Catering Wajib".

Salah satu wali murid Yani (35) menuturkan, kondisi katering yang dikonsumsi anaknya berbau tak sedap. Seluruh menu yang disediakan, sudah tidak layak makan. Padahal itu untuk dikonsumsi anak SD.

Baca Juga: Warga Brebes-Tegal Keluhkan Sempat Mati Listrik Bikin Aktifitas Terhenti

"Lauk lele, nasi dan sayuran bau sekali. Pas dibuka bikin enek. Basi. Saya yang menciumnya juga bau apalagi anak seumuran SD," katanya.

Ia membeberkan, SDIT Al Furqon mewajibkan seluruh siswa untuk mengkonsumsi katering dari sekolah. Namun dalam mengelola katering, pihak sekolah memesan kepada dua pembuat katering. Dengan kelas 1-3 dan 3-6 dipesan dari katering yang berbeda.

Siswa sendiri mengonsumsi katering  Senin hingga Kamis. Hari itu merupakan yang merupakan waktu penuh belajar mengajar.

Siswa berangkat pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 15.30 WIB, sedangkan Jumat-Sabtu hanya sampai pukul 11.00 WIB.

Akan tetapi permasalahan muncul ketika rasa katering kelas 1-3 ada bau basi dan benyek. Katering itu diberikan siswa pada Kamis (8/8/19). Mereka mendapati lauk nasi dan lele tidak layak dkonsumsi. Sontak membuat wali murid protes.

Baca Juga: Cadas, Emak-emak di Tegal Jualan Es Kelapa Muda di Lintasan Road Race

Namun, pihak sekolah mewajibkan untuk memesan katering, sehingga wali murid dilarang membawa makanan ke sekolah.

Wali murid memprotes kebijakan mewajibkan katering dari sekolah. Biaya katering itu dgabung bersama SPP sebesar Rp 400 ribu per bulan.

Seperti Asih Suherningsih (32) yang mendapati anaknya memakan sop, buah salak dan sawo basi. Kejadian tersebut sudah lebih dari sekali.

"Anak saya pernah dikasih sop kecut, salak busuk, sawo basi. Masak anak dikasih itu? Dikasih ke pitik iso klenger pitik e (diberi ke anak ayam bisa pingsan ayamnya)," kesalnya.

Khusus untuk menu, Asih melihat katering yang disediakan sekolah kurang sehat bagi anak-anak. Dengan kondisi makanan yang basi, ditambah seluruh lauknya merupakan makanan kemasan, membuat tidak sehat jika dikonsumsi rutin.

"Saya saja penjual sosis, tidak rutin memberi makan ke anak saya kalau di rumah. Lha ini sosis kemasan harganya hanya sekitar Rp 500, di sini bisa mahal," ketusnya.

Ia juga sempat meminta kejelasan terkait hal tersebut dan fasilitas lainnya ke pihak sekolah. Namun jawaban yang diberikan tidak memuaskan dirinya. Karena kesal, ia pun segera memindahkan anaknya ke sekolah lainnya.

"Anak saya sudah saya pindahkan ke sekolah lainnya. Kesal sih mas," tambahnya.

Selain Asih, sudah ada 30 wali murid yang memindahkan anak-anaknya. Permasalahannya hampir sama, yakni di antaranya makanan basi.

Wali murid hingga komite sekolah menanyakan kenapa kualitas katering jelek, tapi diwajibkan. Mereka maklum jika katering diwajibkan, tapi kualitasnya harus terjamin.

Kepala SDIT Al Furqon Abu Hasan Sadili meminta maaf atas kejadian tersebut. Kejadian tersebut, kata dia hanya kesalahpahaman.

"Kami terbuka dengan kenginan wali murid. Itu hanya miskomunikasi saja," katanya.

Ia mengklaim kualitas katering yang basi disebabkan karena persoalan resep makanan saja.

"Kayak sop yang kecut, itu masalah resep saja yang tidak biasa kita kenal. Seperti resep tempe bacem. Jadi kecut itu bukan karena basi, tapi pada resepnya saja. Tapi sistem katering kami hentikan sementara," katanya.

Kontributor : Reza Abineri

Load More