Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 19 Januari 2021 | 07:57 WIB
Ilustrasi petani padi membawa benih.[Pixabay]

SuaraJawaTengah.id - Pupuk bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan panen. Penggunaan pupuk tanpa memperhatikan jenis tanah dan proses pasca panen, dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian.  

Menurut Abdul Fajar, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Gondowangi, Kecamatan Sawangan, karakteristik tanah jadi salah satu faktor penentu produktifitas hasil pertanian.

Kandungan unsur hara di masing-masing daerah pasti berbeda. Perbedaan karakteristik tanah ini yang antara lain mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pertanian.

“Karakter lokasi sawah masing-masing yang mempengaruhi hasil panen. Misal di ketinggian tertentu seperti Sawangan, panen di lahan 1 hektare maksimal dibawah 10 ton,” kata Fajar, Selasa (19/1/2021).

Baca Juga: Dinas Pertanian Daerah Lambat Bergerak, Distribusi Pupuk Subsidi Terhambat

Kata Fajar hasil panen di Sawangan dapat ditingkatkan menggunakan pupuk buatan tapi jumlahnya tidak signifikan.

“Jenis tanah ikut menentukan kandungan hara. Pakai metode pertanian bermacam-macam hasilnya rata-rata segitu,” ujar Fajar.

Ilustrasi petani (Kabarmedan)

Meski jumlah panen sulit dipacu, beras asal Sawangan terkenal memiliki rasa yang enak. Beras jenis Mentik Susu asal Sawangan termasuk beras premium dengan harga jual di atas rata-rata.  

“Pupuk berpengaruh pada keberhasilan produksi pertanian. Tapi ada hal yang tidak bisa dikejar oleh wilayah lain ya soal rasa yang spesifik itu. Tidak usah jauh-jauh, nasi dari beras hasil panen di Sawangan dan Muntilan saja sudah beda rasa,” kata Fajar.

Fajar yakin petani bakal kesulitan jika subsidi pupuk dicabut. Belum semua petani siap menggunakan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia.

Baca Juga: Distribusi Pupuk Bersubsidi Terhambat Imbas Leletnya Pemda Terbitkan SK

“Kalau (subsidi) pupuk langsung dicabut ya pasti petani teriak-teriak. Petani harus siap dengan pupuk organik. Petani juga harus bisa memasarkan sendiri produknya. Otomatis harus paham soal standar pengemasan.”

Selain faktor pupuk, hal lainnya yang harus diperhatikan dalam meningkatkan jumlah produksi pertanian adalah penggunaan teknologi pertanian tepat guna dan proses pasca panen.

Sebab bantuan alat pertanian modern yang diterima kelompok tani saat ini, beberapa tidak sesuai dengan kondisi lahan. Mesin panen otomatis (combine harvester) misalnya, tidak cocok dengan kebanyakan lahan sawah di Sawangan yang bertipe terasering. Alat ini efektif digunakan di lahan sawah yang rata.

Tipe sawah dan jenis tanah yang berpasir juga menyebabkan alat tanam padi tidak cocok digunakan di Sawangan. “Alat modern pertanian boleh, tapi fungsinya spesifik bisa digunakan di situasi lokal. Alat panen modern di Sawangan mungkin cukup mesin pemotong rumput biasa.”

Ilustrasi petani menggiling padi saat panen di area persawahan Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. (Antara)

Petani sekarang lebih membutuhkan mesin pengering gabah untuk mengatasi musim hujan. Selama ini petani mengeringkan gabah menggunakan sinar matahari yang sangat bergantung pada kondisi cuaca.

Menurut Fajar saat ini ada bantuan mesin pengering gabah, namun kapasitasnya terlalu besar sehingga tidak dapat digunakan petani dengan jumlah panen sedikit.

Mesin pengering padi berkapasitas 4 ton. Agar operasional mesin efisien setidaknya dibutuhkan 3,5 ton gabah untuk sekali proses pengeringan.

“Kalau bukan petani besar atau pengusaha kan nggak bisa. Kelemahan pertanian di Indonesia seperti itu. Petani hanya memiliki lahan paling banyak 2 ribu meter persegi. Kita harus berpikir ulang untuk petani gurem,” kata Fajar.

Dia berharap subsidi pupuk tetap diberikan kepada petani. Agar jumlah produksinya meningkat, pemerintah ikut memperhatikan proses pasca panen termasuk memberikan bantuan alat pertanian sesuai kebutuhan spesifik petani.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More