Usia remaja, menurutnya, memang sangat semangat untuk memelajari hal baru. “Silakan memelajari wawasan baru, tapi harus mampu mengenali bagaimana doktrin atau paham-paham radikalisme tersebut berbahaya. Kalau berbau ancaman, kekerasan, ya jangan,” imbuhnya.
Kedua, fenomena radikalisme hingga mengarah ke terorisme belakangan ini telah menjadi ancaman masyarakat. Maka, menurutnya, perlu dilakukan ‘jemput bola’ ke sekolah-sekolah untuk memagari generasi muda dari ancaman paham radikalisme tersebut.
“Berdasarkan kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), paling rentan adalah remaja usia 16 hingga 24 tahun. Maka diperlukan deradikalisasi atau proses penyembuhan. Itu menjadi bagian tugas kami,” katanya.
Mengapa sosialisasi tersebut melibatkan eks narapidana terorisme (Napiter)? Menurutnya, para siswa perlu mendengarkan penjelasan dari narasumber yang kredibel. “Maka kami melibatkan narasumber mantan narapidana terorisme dan akademisi,” katanya.
Narasumber lain, Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian (Ruangobrol.id), Annisa Triguna mengatakan pesatnya perkembangan teknologi internet saat ini memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, teknologi membantu memudahkan kebutuhan aktivitas manusia. Namun di sisi lain sekaligus bisa membawa dampak berbahaya. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Sebab, remaja bahkan anak-anak setiap saat bisa mengakses internet dengan mudah.
“Siapa di antara kalian yang tidak memiliki media sosial? Angkat tangan,” tanya Nisa kepada para siswa di forum itu. Tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan.
Artinya, lanjut dia, rata-rata remaja atau pelajar hampir bisa dipastikan menjadi pengguna media sosial. Seperti facebook, twitter, instagram, tiktok dan lain-lain. Fenomena ini menjadi celah bagi kelompok radikal untuk melakukan aksi propaganda dengan sasaran generasi milenial.
“Kami di komunitas Ruangobrol.id selama ini aktif melakukan riset mengenai berbagai fenomena radikalisme dan terorisme ini. Riset-riset tersebut juga dikemas ke dalam sejumlah film dokumenter. Di antaranya film berjudul ‘Jihad Selfie’, mengisahkan tentang perjalanan seorang pelajar asal Indonesia di Turki yang memutuskan menjadi pejuang ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),” katanya.
Film lainnya yakni berjudul “Pengantin” yang mengisahkan seluk beluk pelaku bom bunuh diri. Viking The Imam, kisah pelajar SMA yang merupakan anak seorang pejabat penting di Batam. “Dia memutuskan hijrah ke Suriah. Bahkan sekeluarga akhirnya juga ikut atas ajakannya,” ujarnya.
Baca Juga: Gus Miftah Ingatkan, Rasa Kebencian Terhadap Pemimpin Bisa Memicu Paham Radikalisme
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
7 Hatchback Bekas di Bawah Rp100 Juta yang Masih Layak Jadi Mobil Harian
-
Polisi Ungkap Pembunuhan Advokat di Cilacap, Motif Pelaku Bikin Geleng-geleng
-
UPZ Baznas Semen Gresik Salurkan Bantuan Kemanusiaan bagi Warga Terdampak Bencana Banjir di Sumbar
-
3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
-
7 Destinasi Wisata Kota Tegal yang Cocok untuk Liburan Akhir Tahun 2025