SuaraJawaTengah.id - Pemberian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini dinilai tidak tepat sasaran, lantaran diberikan dalam bentuk barang atau komoditas. Dengan model pemberian subsidi tersebut, maka semua orang baik yang mampu maupun yang tidak mampu akan mudah untuk mengaksesnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M.Pd mengatakan, dengan penerapan subsidi BBM seperti saat ini, maka subsidi dalam APBN akan terus membengkak.
Apalagi, lanjutnya, penyaluran subsidi sejauh ini tidak ada pengaturan yang jelas.
"Pemerintah harus tegas dan segera menerapkan pengaturan pembatasan BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Kalau pendekatannya cuma sekedar ajakan atau himbauan tidak akan mempan, karena tetap saja masyarakat akan memilih barang yang lebih murah," kata FX. Sugiyanto di Semarang, Kamis (16/6/2022).
Jika pembatasan BBM subsidi tidak segera dilakukan, lanjutnya, beban APBN akan semakin berat. Padahal, sejauh ini anggaran untuk subsidi BBM telah mencapai Rp500 Triliun lebih atau sekitar 18 persen dari total APBN.
"Subsidi BBM di APBN ini sudah sangat berat, bisa jadi nanti batasan defisit 4% akan terlampaui," ujarnya.
FX Sugiyanto menambahkan, pemerintah bisa mengambil langkah dengan menaikkan harga BBM untuk meringankan beban APBN. Meski akan berpengaruh pada kenaikan inflasi, tapi bisa menjaga APBN tidak jebol.
"Kalau mau mengamankan APBN supaya tidak jebol, ya harus menaikkan harga BBM," tegasnya.
Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, Muhammad Ngainirrichadl mengaku, setuju jika pemberian subsidi harus diberikan kepada orang yang berhak.
Baca Juga: Ingin Sepeda Motor Irit BBM, Berikut Kiatnya
Namun demikian, sebelumnya harus dilakukan perbaikan data, serta pengawasan dan evaluasi, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemberian subsidi.
"Selama ini kan sering terjadi, dari data yang ada, orang yang berhak dapat subsidi malah tidak dapat. Tapi sebaliknya, yang tidak berhak malah dapat bantuan. Untuk itu, perlu ada pengawasan dan evaluasi," tukas Richard.
Richard pun setuju dengan pembatasan pembelian Pertalite bagi mobil mewah, sebagai langkah untuk menekan subsidi yang tidak tepat sasaran.
Namun begitu, pihaknya mengingatkan agar ada aturan teknis yang jelas di lapangan, agar tidak menimbulkan persoalan baru di SPBU.
"Yang paling tepat menurut saya pembatasan dengan menggunakan kapasitas mesin kendaraan. Misalnya, kendaraaan dengan kapasitas mesin di atas 2.500 atau 3.000, sehingga petugas SPBU akan lebih mudah membedakan," ujarnya.
Senada, Ketua Ombudsman Jawa Tengah, Siti Farida S.H., M.H., mengatakan, pengawasan dalam penerapan pemberian subsidi sangat penting, agar tidak terjadi penyimpangan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak
-
Turunkan Bantuan ke Sumatera, BRI Juga akan Perbaiki dan Renovasi Sekolah
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan