SuaraJawaTengah.id - Torehan peradaban manusia diwarnai dua hal: Perang dan perjalanan spiritual. Inilah lika-liku manusia menziarahi sungai sebagai laku pencarian iman. Termasuk Kali Elo dan Progo.
Tahun 1011 Masehi, Atisa Dipamkara Srijnana memulai masa pencarian ilmu kepada Maha Guru Serlingpa Darmakirti di bumi Swarnadwipa (sekarang Sumatera).
Saat tiba di Candi Muarajambi, umur Atisa diduga baru 30 tahun. Dia datang jauh dari Tibet setelah mendengar terdapat pusat pendidikan Buddha di tepian Sungai Batanghari.
Di Istana Payung Perak, di Candi Muarajambi, 12 tahun lamanya Atisa bersemadi dan mencecap ilmu dari Maha Guru Serlingpa Darmakirti. Ajaran yang nantinya membawa gelombang kedua penyebaran ajaran Buddhisme di Tibet.
Kepada Maha Guru Serlingpa Darmakirti, Atisa terutama mempelajari Boddhi Citta (batin pencerahan). Laku spiritual Buddha yang menitikberatkan pencerahan batin melalui prilaku welas asih dan cinta kasih.
Diperkirakan tahun 1023 -setelah 12 tahun belajar di Candi Muarajambi- Atisa Dipamkara selesai menimba ilmu dari Serlingpa Darmakirti. Tahun 1025 dia berlayar ke Nalanda, India membawa darma dari Sang Guru.
Enam belas tahun kemudian, Raja Tibet Barat, Yeshe O memanggil Atisa untuk menyatukan ajaran Buddha Theravada, Mahayana, dan Vajrayana.
Di tanah kelahirannya, Atisa menuliskan kembali ajaran yang didapatnya di Muarajambi dalam naskah Bodhi-patha-pradipa (pelita pada jalan penggugahan).
Naskah ringkas berisi 68 bait tuntunan yang hingga hari ini memberi pengaruh besar pada ajaran universal Buddha.
Baca Juga: Perjalanan Spiritual Nita Gunawan, Diusir dari Rumah karena Pindah Agama
Atisa Dipamkara -seperti yang dipelajarinya dari sang guru Serlingpa Darmakirti- sering menggunakan perumpamaan air untuk menyampaikan ajarannya.
Atisa misalnya mengumpamakan tubuh manusia sebagai sampan yang mengarungi lautan kehidupan. Tubuh yang sempurna adalah modal bagi manusia mengarungi samudera samsara (kehidupan).
Air Pusat Spiritual
Tidak aneh jika Atisa sering meggunakan media air sebagai cara menyampaikan ajaran. Sejak mula belajar di Candi Muarajambi yang berada di tepian Sungai Batanghari, Atisa tak pernah jauh dari unsur air.
Meski minus dukungan catatan sejarah, diyakini usai belajar pada Serlingpa Darmakirti, Atisa Dipamkara Srijnana, sempat singgah ke kawasan Borobudur.
Sebelum pulang ke Tibet, Atisa sempat menziarahi Candi Borobudur yang dibangun 3 abad sebelumnya. Atisa disebut lama bertetirah di titik pertemuan dua sungai besar di wilayah Borobudur.
Perubahan bentang alam akibat letusan besar Gunung Merapi, menyebabkan sulitnya mencari lokasi pasti di mana tempat Atisa dulu sempat tinggal.
“Alam bergerak. Mungkin dulu sungai di sana, di sini, kita nggak tahu. Tapi hari ini, (pertemuan sungai Elo dan Progo) ada di depan mata kita ini,” kata Sony Santosa, pemilik Eloprogo Art House.
Pemandangan tempuran 2 sungai besar, Elo dan Progo dapat dilihat dari tebing sungai yang saat ini tanahnya menjadi milik Sony. Aliran Kali Elo yang bening bertemu dengan Kali Progo yang keruh.
Pertemuan dua aliran sungai diyakini memiliki kekuatan spiritual besar. Terlebih, hulu kedua sungai ini berasal dari gunung-gunung “kramat”: Sindoro, Merapi, dan Merbabu.
Mata air Kali Progo berada di puncak Gunung Sindoro. Sedangkan Elo merupakan hasil pertemuan beberapa sungai kecil yang jika dirunut ke hulu akan sampai ke lereng Merapi dan Merbabu.
“Atisa membawa pencerahan ke Tibet. Spirit di Tibet itu, spirit Mandala Borobudur. Konon dia selama 3 tahun di Borobudur waktunya banyak dihabiskan di pertemuan dua sungai. Itu sekitar 1000 tahun lalu,” ujar dia.
Pendapat bahwa ada kaitan antara ajaran Buddha di Tibet dengan Borobudur sungguh tidak berlebihan. Stupa Candi Borobudur diyakini terhubung garis geografis spiritual dengan Stupa Kumbum di Gyantse, Tibet.
Setiap Agustus dan Oktober, umat Buddha mengadakan peringatan kedatangan Atisa ke Nusantara. Pusat peringatan diadakan di Candi Muarajambi dan Borobudur.
Tempuran Elo dan Progo
Menurut Sony, tidak hanya agama Buddha yang menjadikan tempuran sungai sebagai tempat istimewa untuk bermeditasi. Hampir semua ajaran spiritual meyakini bahwa titik pertemuan 2 sungai sebagai tempat yang sakral.
“Tempat ini umumnya tempat orang ritual. Macam-macam. Ini tempat kita mengakui kebesaran Tuhan. Tempat yang membuat kita setuju bahwa Tuhan itu ada,” kata Sony.
Sony mengaku banyak orang masuk melintasi lahannya untuk melakukan laku spiritual di tempuran Kali Elo dan Progo. Biasanya mereka yang datang melakukan ritual yang berhubungan dengan leluhur atau acara adat.
Kepala Dusun Bejen, Desa Wanurejo, Danang Suyanto mengatakan, biasanya orang datang ke tempuran Kali Elo dan Progo pada malam 1 Suro. Mereka melakukan tapa kungkum atau berendam di tempuran sungai.
“Beberapa orang yang mungkin tidak kuat membawa pusaka turun temurun, biasanya dilarung di sini. Malam 1 Suro masih ada orang yang menggunakannya untuk tapa berendam. Kungkum,” kata Danang.
Mereka yang akan melakukan ritual biasanya datang sendiri-sendiri. Sepengetahuan Danang mereka yang datang justru orang-orang dari jauh.
“Biasanya kalau nglarung pusaka itu kan hal tabu. Jadi nggak datang bareng-bareng, mungkin hanya sendirian. Kebanyakan bukan orang lokal sini,” paparnya.
Warga sekitar yang kerap mencari ikan di lokasi tempuran Elo dan Progo sering menemukan keris atau benda pusaka lainnya yang dilarung.
Tempuran Elo dan Progo menjadi spot favorit para pencari ikan. Hewan air tawar jenis tombro, beong, dan bulus masih bisa ditemukan di sini.
Sayang jumlah ikan di lokasi ini banyak berkurang karena pendangkalan sungai. Lumpur dan tanah yang terbawa arus akibat penambangan batu dan pasir di hulu sungai mengendap di delta tempuran.
“Masih ada bulus yang panjangnya lebih dari 1 meter. Terkenal di sini tombronya. Sekarang mungkin agak jarang karena banyaknya endapan itu. Dangkal sungainya,” tegasnya.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Borobudur Mawayang: Sujiwo Tejo dan Sindhunata Hidupkan Kisah Ambigu Sang Rahvana
-
5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
-
BRI Peduli Guyur Rp800 Juta, Wajah 4 Desa di Pemalang Kini Makin Ciamik
-
Ini Deretan Kesiapan Tol Semarang-Solo Sambut Lonjakan Pengguna Jalan Akhir Tahun
-
UMKM Malessa Tumbuh Pesat, Serap Tenaga Kerja dan Perluas Pasar