"Dan itu saya ulang, saya bantu dia perlahan-lahan dan akhirnya dia sempurna mengucapkannya," kata dia.
Usai membantu sang pasien, hati Romo Boni sempat kembali tertegun dan gundah. Dengan mengucapkan syahadat tersebut, maka secara agama Katolik yang dianutnya sulit dibenarkan.
"Tetapi sekali lagi saya katakan, salah atau benar perbuatan saya, ini saya lakukan atas nama toleransi. Ini saya lakukan demi menyelamatkan jiwa pasien gadis ini. Saya ingin, ketika pun dia harus meninggal, itu ingin dia bersyahadat. Ingin meninggal dengan memegang teguh keimanannya dia," ujarnya.
Pun saat bersamaan, kondisi pasien semakin melemah. Dia terus memberikan pendampingan, dengan harapan bisa menguatkan batin pasien.
Baca Juga:Viral Dosen Kristen Beri Makan Buka Puasa ke Mahasiswa Muslim, Siapa Dia?
"Lalu saya pikir, saya sudah doakan dia dan waktu itu saya mengingatkan lagi, 'Mba kamu yang kuat ya, kamu pasrah kepada Gusti Allah'," katanya.
Setelah melakukan tugasnya, Romo Boni kembali menuju ke ruang perawat. Kemudian bercerita mengenai riwayat dan perkembangan kondisi sakit pasien. Beberapa waktu kemudian, perawatnya dipanggil oleh pihak keluarga pasien.
Saat itu, diketahui pasien sudah dalam keadaan tidak sadar pun tak berapa lama kemudian, perempuan berjilbab itu meninggal.
"Maka saya berpikir, Tuhan memberikan kesempatan kepadanya untuk bertobat, dengan sempat masih sadar sebelum meninggal. Dan saya juga merasa senang, karena ikut membantu orang itu untuk bertobat, sehingga dia meninggal dengan menghidupi imannya," kenang dia.
Pengalaman yang menguji rasa tolerasinya tak hanya kali itu saja terjadi. Sebelumnya, Romo Boni sempat dihadapkan pada kondisi serupa. Kala itu, ia bertugas di Rumah Sakit Emanuel Purwareja Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah
Baca Juga:Masjid At Taqwa dan Pura Aditya Jaya, Potret Toleransi di Timur Jakarta
“Kondisinya hampir sama. Seorang pasien sudah kritis namun masih bisa berucap,” kata Romo Boni.