SuaraJawaTengah.id - Kasus pembunuhan keluarga Mbah Misem di Banyumas, Jawa Tengah yang dikubur bertumpuk-tumpuk selama lima tahun hingga kini masih menjadi perbincangan warga.
Satu korban tertua, Supratno yang putus nyawa dihajar besi dan tabung gas melon oleh saudaranya sendiri ternyata sempat bekerja sebagai staf di SMP Negeri 4 Banyumas.
Warga Pasinggangan, Sapri (37) menyebut, Supratno merupakan pegawai Tata Usaha (TU) di sekolah tersebut.
“Yang saya tahu (Supratno) dinasnya di sana SMP Negeri 4 Banyumas. Dia rajin, karena tiap pagi kelihatan berangkat,” kata Sapri, ditemui Suara.com, Rabu (28/8/2019).
Baca Juga:Alasan Pelaku 5 Tahun Tutupi Aksi Pembunuhan Satu Keluarga di Banyumas
Berbekal keterangan tersebut, Suara.com bertamu ke sekolah. Di lembaga pendidikan itu, disambut oleh sejumlah petugas TU dan rekan Supratno saat masih bertugas.
Tenaga pendiddik SMP Negeri 4 Banyumas, Nasrun menceritakan, Supratno mulai bekerja di sekolah tersebut sejak kisaran tahun 1996.
Keseharian Supratno cukup rajin dalam menjalankan tugas sebagai tenaga bakti TU, kala itu. Dia juga dikenal baik, karena tidak pernah bermasalah dengan sekolah.
Hingga pada Januari 2009, Supratno diangkat menjadi PNS dengan SK sebagai petugas perpustakaan di sekolah tersebut. SK pengangkatan menjadi PNS kian menambah semangat pria kelahiran Jakarta itu.
"Di sekolah (Supratno) dikenal rajin dan baik,” kata Nasrun kepada Suara.com.
Baca Juga:Satu Keluarga Dibantai, Misteri Kotoran Manusia di TKP Belum Terungkap
Namun, sikap rajin itu berubah kala memasuki awal Oktober 2014. Secara tiba-tiba, ia tidak masuk kerja tanpa keterangan.
Kepala Bagian Tata Usaha SMP Negeri 4 Banyumas, Suparyo kemudian mengambil arsip daftar hadir petugas TU.
Dari arsip presensi di SMP tersebut, Supratno tercatat terakhir kali hadir di sekolah pada awal bulan Oktober.
"Seperti tercantum di daftar hadir, saudara Ratno ini terakhir masuk pada hari Kamis tanggal 2 Oktober 2014," kata Suparyo.
Semenjak itu, Supratno tidak pernah masuk kerja. Pihak sekolah pun bertanya-tanya dibuatnya. Karena sejak awal bekerja, Supratno tidak pernah tidak masuk kerja tanpa keterangan, apalagi berturut-turut.
Mendapati sikap yang tidak biasa itu, lanjut dia pihak sekolah berusaha melacak keberadaan Supratno. Semula dicek dengan menghubungi handphone, akan tetapi tidak dijawab oleh korban.
Pihak sekolah juga sempat melayangkan surat dan bahkan menyantroni rumah lelaki itu, namun tidak membuahkan hasil.
“Waktu itu sudah kami surati, lalu datang juga ke rumahnya,” katanya.
Meski sempat dicari pihak sekolah, keberdaan Supratno tak diketahui rimbanya.
"Dari sekolah juga ke rumah. Ketika bertemu dengan Saminah menjawab tidak tahu di mana keberadaan Ratno,” kata dia.
Dari hal itu, surat teguran hingga sanksi berat pun diberikan sekolah. Lantaran sudah buntu untuk mencari keberadaannya, pihak sekolah lalu mengajukan pemberhentian dengan hormat kepada Suprapto.
"Waktu itu sudah ada panggilan ke satu dan ke dua, hingga sampai pengajuan pemberhentian dengan hormat dan akhirnya mendapat surat keputusan diberhentikan dengan hormat dari Bupati Banyumas," katanya.
SK pemberhentian terbit pada 17 Maret 2015. Dalam SK itu tertulis Supratno sejak 4 Oktober 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 telah melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil.
Kontributor : Teguh Lumbiria