SuaraJawaTengah.id - Gubuk reyot yang dihuni janda sebatang kara bernama Sumiyem di Kampung Sidomulyo, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, batal mendapat bantuan RTLH.
Ketua RT 50, Kampung Sidomulyo, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Suraji, mengatakan rumah Sumiyem, (72) pernah diusulkan mendapat bantuan renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) sekitar tiga tahun lalu.
Sayangnya program RTLH itu urung direalisasikan karena Sumiyem tidak bisa menyediakan dana pendamping sebesar Rp15 juta. Dia pun tidak menampik bila kondisi rumah Sumiyem sangat memprihatinkan. Sehingga ia pernah diusulkan menerima bantuan renovasi rumah sekitar 2017.
“Saat itu saya dapat kabar dari kelurahan lalu saya sampaikan kepada Mbah Cip [sapaan Sumiyem] kalau rumahnya diusulkan direhab. Kalau mau dibangun, Mbah Cip harus bersedia menyiapkan dana pendamping sekitar Rp15 juta,” terang Suraji saat ditemui Solopos.com--jaringan Suara.com di rumahnya, Rabu (29/4/2020).
Sumiyem sempat ingin menyampaikan perihal bantuan itu kepada anak-anaknya. Namun, ternyata janda sebatang kara di Sragen itu tidak mampu menyediakan dana pendamping. Namun dia tidak tahu persis apakah bantuan renovasi RTLH itu dialihkan kepada warga lain.
Baca Juga:2 Karyawan Meninggal Akibat Corona, Pabrik HM Sampoerna Tutup
“Waktu itu, Mbah Cip bilang mau disampaikan ke anak-anaknya dulu di perantauan. Selang beberapa hari, saya mendapat jawaban kalau anak-anak Mbah Cip belum bisa sediakan dana pendamping (Rp15 juta) itu. Sehingga batuan rehab rumah urung digelar. Saya tidak tahu apakah bantuan rehab rumah itu kemudian dialihkan kepada warga lain,” sambung Suraji.
Dana Cadangan
Suraji mengaku tidak mengetahui sumber bantuan RTLH tersebut. Menurutnya, dana RTLH pada saat itu hanya cukup untuk membeli material bangunan seperti kayu, pasir, besi, batako dan lain-lain. Dibutuhkan dana pendamping untuk membayar jasa tukang dan kebutuhan lain.
Suraji menambahkan, sebenarnya dana bantuan RTLH itu bisa dipakai untuk merenovasi gubuk reyot milik janda sebatang kara di Kampung Sidomulyo, Sragen. Namun, risikonya kemungkinan renovasi hanya dilakukan di sebagian rumah.
“Kalau di desa, warga bisa bergotong royong. Misal kayunya kurang bisa tebang pohon sendiri. Kalau mau dipaksakan dengan dana seadanya, sebenarnya bisa. Tapi, risiko nanti rumahnya hanya setengah jadi. Kalau dia mau, tidak masalah,” paparnya.
Baca Juga:500 TKA China di Luar Nalar, Pemerintah Terkesan Beri Karpet Merah ke Asing
Selain karena tak bisa menyediakan dana pendamping Rp15 juta, Suraji mengatakan Sumiyem dianggap punya pekarangan cukup luas, sekitar 300 meter persegi. Sehingga ia batal mendapatkan bantuan RTLH. Sekitar ¼ bidang tanah di antaranya sudah diwakafkan oleh anaknya yang tinggal di Jember untuk dibangun musala.