Setiap sore, mereka harus menyimpan air sebanyak mungkin untuk persediaan saat si sulung hendak berangkat sekolah. Seusai memandikan putra sulungnya, Noviyanti mengantar anaknya itu ke sekolah.
Dengan berjalan kaki, ibu dan anak laki-lakinya itu menempuh jarak sekitar dua kilometer dari gudang angker tempat tinggal keluarga miskin di Jajar, Solo, itu ke sekolah. Saat mengantar putra sulungnya, Novi menggendong putri bungsu berusia 1,5 tahun itu.
Anak saya tidak pernah mengeluh meski berjalan kaki. Saya tahu anak anak saya merupakan sosok yang kuat," ujar dia.
Saat malam hari, gelap gulita dan binatang malam sudah akrab dengan keluarga Agus. Sudah lima tahun mereka terbiasa dengan gangguan makhluk halus maupun berbagai jenis ular berbisa.
Baca Juga:Tinggal di Gudang Angker, Agus Tutupi Aktivitas Keluarga dengan Pagar Seng
"Kalau ular sangat banyak, tetapi sudah biasa saja. Memang gelap, tapi ada beberapa lampu yang saya gunakan. Saya menggunakan aki untuk listriknya," papar dia.
Enggan Merepotkan Orang Tua
Aki itu ia isi daya dua hari sekali. Sekali mengisi daya perlu waktu dua jam. Jika Agus lupa mengisi daya, keluarga miskin itu terpaksa menghabiskan malam dalam gelap gulita di gudang angker di Jajar, Solo, tersebut.
Sementara Agus yang bekerja di salah satu warung wedangan pergi siang pulang pagi-pagi. "Setiap Kamis saya libur, cukup saya habiskan bersama anak-anak di rumah," ujar dia.
Meski harus hidup miskin, Agus mengaku memilih tinggal di bekas gudang itu ketimbang merepotkan keluarganya di Kerten, Solo. Apalagi orang tuanya juga tinggal di rumah kontrakan dan selain ibunya, sudah ada kakak dan tiga keponakannya.
Baca Juga:Kisah Pilu Agus Prayitno Tinggal Dalam Bangunan Bekas Pabrik Es Batu
Ia tak mau semakin merepotkan orang tuanya. Beberapa tahun sebelum ia tinggal di gudang itu, ia tidur bersama Noviyanti di emper-emper toko. Tidur dini hari, bangun sebelum subuh beberapa tahun ia jalani.