SuaraJawaTengah.id - Jalan setapak beralaskan tanah dengan melewati pematang sawah menjadi akses satu-satunya bagi Tarso menuju ke permukiman terdekat berjarak 100 meter.
Pria berusia 70 tahun itu, sudah lima tahun terakhir menghuni gubuk yang jauh dari kata layak untuk ditinggali di tengah-tengah pekarangan warga di Kelurahan Kedungwuluh Lor, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas.
Gubuk yang ditinggali Tarso ini hanya seukuran 3 meter x 5 meter. Tingginya pun tak sampai satu meter. Namun di bangunan itulah menjadi satu-satunya tempat Tarso berteduh sekaligus meluruskan punggungnya pada malam hari.
"Saya kalau tidur gasik jam 19.00 WIB malam, bangun jam 22.00 WIB terus lanjut tirakat sampai subuh. Tenang malah rasanya hidup di sini," kata Tarso saat dikunjungi di kediamannya Rabu (8/7/2020) sore.
Baca Juga:Jualan Tak Laku, Pedagang Kerak Telor Menangis Cium Tanah Usai Buka Amplop
Ia sudah lima tahun menghuni gubuk ini. Selama lima tahun, tak sekalipun ada bantuan resmi dari pemerintah. Jangankan kartu-kartu sakti macam KIS atau BPJS, bantuan sosial berupa sembako pun tak pernah didapat. Selama ini, bantuan yang datang sifatnya baru dari perseorangan.
Untuk hidup sehari-hari ia mengandalkan dari kegiatannya memancing. Kebetulan gubuknya ini hanya berjarak beberapa meter dari Sungai Banjaran, tempatnya mencari sumber penghidupan sekaligus mandi, cuci, kakus. Sudah satu tahun ini ia tinggal bersama pasangannya Sugiyati.
"Selama ini saya menggantungkan hidup dari memancing. Jadi saya dapat ikan terus saya jual. Ikan gabus, terus pelus, dapat sekilo Rp 200 ribu ada yang mau. Sebulan bisa dapat satu, kadang ya dua. Satu ekornya bisa sampai 3 kiloan sampai 5, ya lumayan bisa dapat satu juta," ujarnya.
Lokasi tempat tinggalnya yang masih dikelilingi semak belukar juga menjadi tantangan tersendiri. Tarso, setengah tahun lalu pernah terkena gigitan ular berbisa di pangkal jari jempolnya. Beruntung, ia tak sampai sakit berat akibat gigitan tersebut.
"Waktu lagi membersihkan dedaunan saya kaget tiba-tiba ada ular nyerang tangan saya. Ini masih ada bekasnya di tangan. Tapi alhamdulillah sehat," jelasnya.
Baca Juga:Kisah Sana Hidup di Kandang Kambing, Tak Dapat Bansos karena Tak Punya EKTP
Pemilik lahan yang ia tempati adalah Tikno, warga Purwokerto. Ia mengaku sudah meminta izin sebelum membangun gubug tersebut. Ia kerap dikunjungi pemilik lahan untuk sekedar menengok dan mengirimkan sembako.
"Saya sudah izin disini ke Pak Tikno. Jadi saya malah dikasih kepercayaan untuk merawat pekarangannya ini. Kalau disuruh pindah ya saya tidak mau, karena sudah tenang di sini. Saya hanya ingin pindah kalau tempat ini mau dibangun atau laku dijual oleh pemiliknya," lanjutnya.
Kondisi Tarso tergolong miris, pasalnya lokasi ia tinggal saat ini, hanya berjarak 2,7 kilometer dari pusat pemerintahan menurut aplikasi google maps. Kisah hidupnya berubah 180 derajat setelah mencuri perhatian dari warganet. Sebelum menjadi perbincangan warganet, ia jarang sekali mendapat bantuan.
"Jadi seminggu lalu ada orang kesini, terus ngobrol-ngobrol sama motret saya, tidak tahu dari mana terus beberapa hari ini jadi banyak yang mengunjungi. Terakhir, hari Senin kemarin, ada sekitar 50 orang kesini entah berasal darimana, tapi ia membawa bantuan sembako," terangnya.
Sebelum pindah ke gubuk ini, Tarso dikenal sebagai tukang becak. Ia pernah mengontrak selama 10 tahun di kelurahan setempat. Namun pemilik kontrakan memutuskan untuk membongkar lokasinya. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk menempati gubuk yang ditinggalinya sekarang.
"Saya pernah ngontrak 10 tahun tapi dibongkar. Terus pas bantu warga untuk kerja bakti di lokasi ini kok saya merasa betah dan nyaman. Jadi dari situ saya ijin ke Pak Tikno," ujarnya.
Ia hanya berharap lokasi tersebut tidak dijual oleh pemiliknya. Karena ia sudah tidak memiliki sanak saudara lagi. Pernikahannya yang kandas dengan istri pertamanya pada tahun 1979 sampai 2000 tidak dikarunia anak.
"Kalaupun ada tawaran, misalnya untuk masuk ke panti sosial dari pemerintah, saya tetap tidak mau. Lihat nanti saja, semoga pemilik lahan tidak menjual lokasi ini hingga saya meninggal," katanya.
Kontributor : Anang Firmansyah