SuaraJawaTengah.id - Apa yang terlintas ketika mendengar Paralayang? Tentu saja terbang melayang di udara dengan ketinggian tertentu. Tak sembarang orang bisa melakukan hal ini. Hanya orang dengan keberanian tinggi dan keahlian khusus yang bisa mengendalikan paralayang.
Di Kabupaten Banyumas sendiri, cabang olahraga ini masih tergolong sedikit peminatnya. Tercatat hanya ada 7 atlet yang menekuni bidang cabang olahraga ekstrem ini. Ketersediaan tempat menjadi alasannya. Selama ini para atlet Paralayang belum memiliki tempat latihan yang memenuhi standar. Jika latihan, para atlet harus bertandang ke Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Namun baru-baru ini, harapan untuk lebih mengembangkan cabang olahraga Paralayang terbuka lebar. Di Bukit Watu Kumpul, Desa Petahunan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas para atlet telah melakukan ujicoba penerbangan dengan mulus.
Salah satu atlet dari Banyumas, Damar Aziz Prasidya (23) mengatakan tempat tersebut sangat layak untuk dijadikan venue kejuaraan Paralayang. Lokasinya yang berada di perbukitan dengan panorama hutan pinus hijau menjadi nilai plus jika nantinya jadi dibuka sebagai destinasi wisata baru.
Baca Juga:Wisata DIY Lesu Saat Pandemi, Promosi Lewat Konten Digital Jadi Alternatif
"Melihat tempat ini awal-awal, sebenarnya sangat potensial untuk perkembangan Paralayang di Banyumas. Apalagi di sini belum ada tempat terbang yang memenuhi syarat. Contohnya di sini kita temukan bersama," kata atlet peraih medali emas dalam kejuaraan Batang Open tahun 2018 lalu, Sabtu (8/8/2020).
Tingkat kesulitan dari Bukit Watu Kumpul ini, dikatakan level pertama. Oleh sebab itu Damar bersama para atlet lainnya sangat merekomendasikan tempat ini.
"Tempat elevasi sama landing tidak jauh beda. Lapangan ada di depan visual kita. Jadi kita kalau mau landing emergency ada lapangan terdekat atau sawah. Sangat ideal," ujarnya.
Bukit Watu Kumpul sendiri berada di ketinggian 500 MDPL. Jarak ketinggian dari tempat elevasi ke lokasi landing sekitar 300 meter. Karena lokasi lapangan berada pada ketinggian 200 MDPL.
"Jadi kalau di Paralayang mau tingginya 60 meter itu kita bisa terbang, kecuali anginnya itu memang menghadap dari depan dan kita bisa membikin parasut mondar-mandir mau berapa meter pun. Tapi ini memang jarak-jarak ideal kalau untuk kejuaraan Internasional," jelasnya.
Baca Juga:Siapkan Desa Wisata Anggur di Bantul, Komisi B DPRD DIY Lakukan Peninjauan
Sementara itu, Bupati Banyumas, Achmad Husein yang turut mencoba penerbangan Paralayang sistem tandem dengan atlet Banyumas mengatakan akan membantu menggelontorkan dana pemerintah senilai Rp 500 juta untuk pengembangan kedepannya.
"Kita paling akan membantu Rp 500 juta. Untuk pengembangan landasan. Sama sisi sebelah sana yang akan digunakan untuk pelatihan. Kalau yang sisi sini paling sih bisa kita lakukan tahun ini," akunya.
Selain untuk pariwisata, nantinya akan ada lokasi yang tidak berjauhan untuk digunakan sebagai tempat pelatihan. Tujuannya tentu untuk menciptakan atlet baru agar nama Banyumas ikut terangkat dalam kejuaraan tingkat nasional maupun internasional.
"Nanti yang mengelola dari paguyuban atlet-atlet saja mungkin," katanya.
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Banyumas, Bambang Setiawan menjelaskan, selain untuk Olahraga Dirgantara (Ordirga) Paralayang, nantinya akan dikembangkan juga cabor Gantole.
"Besok Senin kalau memungkinkan, akan ada ujicoba dari atlet Gantole. Potensinya sangat luar biasa, karena tersembunyi tiba-tiba ditemukan ini dan sudah di survey, sangat memungkinkan untuk terbang," katanya.
Selain untuk destinasi wisata baru, Koni merencanakan akan menggelar kejuaraan dari tingkat daerah, nasional maupun internasional. Namun masih ada beberapa fasilitas yang perlu dibenahi agar memenuhi syarat.
"Saat ini jalur untuk elevasi terlalu pendek ya. Begitu akan siap terbang namun tidak jadi agak susah untuk membatalkan. Sehingga ini rencananya kita sudah ijin ke Pak Bupati kemudian Perhutani, akan kita panjangkan lokasi take off sepanjang 37 meter. Terus lebarnya 60 meter. Itu bisa untuk terbang 6 parasut sekaligus," jelasnya.
Atau jika dimungkinkan bisa dilakukan top landing. Terbang dan mendarat di tempat yang sama. Jika saja diperluas dan kemiringan mencapai 15 derajat. Kalau untuk Gantole sendiri membutuhkan jalur persiapan yang lebih panjang.
"Gantole agak spesifik karena dia setengah berlari kemudian terbang. Kalau Paralayang kan tidak, payung mengembang terus berbalik dan terbang," lanjutnya.
Ditemukannya lokasi tersebut tak hanya membuat senang para atlet dan jajaran pengurus, warga setempat yang menyaksikan juga turut gembira. Karena ini adalah hal yang asing bagi warga pedesaan yang berjarak 35 km dari pusat perkotaan.
"Baru pernah lihat orang bisa terbang melayang kaya gini, biasanya cuma bisa lihat di televisi. Senang juga bisa buat ngilangin stres," kata Salimah (41) yang datang bersama keluarganya.