SuaraJawaTengah.id - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kendal Akhmat Suyuti menyebut telah mengembalikan uang SGD$ 48 ribu atau setara Rp508 juta kepada penyidik Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) yang didapat dari eks Menteri Juliari P. Batubara.
Hal itu disampaikan Suyuti dalam ketika bersaksi disidang perkara bansos se-Jabodetabek tahun 2020 dengan terdakwa eks Menteri Juliari P. Batubara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (14/6/2021).
Saat itu, kata Suyuti, ia sempat dipanggil penyidik KPK untuk memberikan penjelasan uang Rp 508 juta yang diterimanya. Sekaligus, untuk mengembalikan kepada KPK.
Suyuti yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kendal mengaku kaget dan tak mengetahui uang yang diterimanya melalui perantara tim teknis pengadaan bansos di Kemensos Kukuh Aribowo itu, adanya keterlibatan dalam kasus korupsi bansos.
Baca Juga:Digeruduk Pasien Covid-19, Ruang Inap dan ICU RSUP Kariadi Semarang Penuh!
"Kami dipanggil, saya kaget juga. Saya tidak merasa bersalah pada waktu itu," ucap Suyuti di PN Tipikor, Jakarta Pusat,
Hingga akhirnya, kata Suyuti, ia dijelaskan penyidik KPK. Dan meminta agar diberikan waktu untuk mengembalikan kepada KPK. Lantaran uang itu, sudah digunakan untuk biaya operasional dalam pilkada serentak Kabupaten Kendal tahun 2019 lalu.
"Karena diterangkan uang ini. Akhirnya saya minta waktu 1,5 sampai 2 bulan. Saya kembalikan 508 juta, dalam rupiah," ujar Suyuti
Suyuti mengakui mendapatkan uang melalui Kukuh dengan menggunakan amplop. Saat itu diserahkan ketika kunjungan pejabat Kemensos di Semarang, Jawa Tengah. Saat itu juga hadir Juliari ketika membahas Program Keluarga Harapan (PKH) di Grand Candi Hotel.
Sebelum mendapatkan uang itu, kata Suyuti, ia sempat mendapatkan telepon dari pejabat pembuat komitmen (PPK) Adi Wahyono. Dimana, Adi akan menyerahkan sejumlah uang.
Baca Juga:Mengerikan! Anies Baswedan Nyatakan Jakarta Mendekati Situasi Genting COVID-19
"Saya pernah ditelepon sama mas adi wahyono, nanti kalo ketemu kita di semarang ketemu, nanti ada titipan. Gitu saja. Tapi, kan jaraknya saya di Kendal, mungkin mas Adi di Jakarta, saya siap gitu saja," ungkap Suyuti
Uang itu, kata Suyuti, telah digunakan untuk pemenangan Pilkada Serentak tahun 2019. Ketika itu PDI P mengusung pasangan Tino Indra Wardono - amukh Mustamsikin.
"Saya diberi uang sama kukuh, tapi yang dulu telpon kok mas Adi. Monggo ayo kita gunakan dalam rangka pemenangan pilkada ini. Untuk membantu dalam rangka memenangkan pilkada di Kabupaten Kendal," ucap Suyuti disidang, PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/6/2021).
Jaksa pun sempat membacakan BAP milik saksi Suyuti ketika masih dalam penyidikan di KPK.
Dalam BAP yang dibacakan bahwa Suyuti menerima uang titipan dari eks Menteri Sosial Juliari melalui Kukuh Aribowo.
"Saya meerima uang dari Kukuh uang titipan menteri sosial juliari batubara dalam bentuk dolar singapur pada sekitar tanggal 3 sampai 4 November. Uang dolar Singapur itu saya bawa dan saya tunjukan ke kantor DPC Kabupaten Kendal," isi BAP Suyuti
Ketika Jaksa KPK menanyakan isi BAP itu, Suyuti pun membenarkan BAP-nya tersebut.
"Betul," jawab Suyuti
Dalam dakwaan Jaksa, Juliari telah menerima uang korupsi bansos corona paket sembako se-Jabodetabek tahun 2020 mencapai Rp 32.4 miliar lebih. Uang semua itu didapat melalui dua anak buahnya Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
Jaksa KPK merinci uang -uang yang diterima Juliari dari total Rp 32.4 miliar lebih itu. Pertama, Juliari mendapatkan dari Direktur Utama PT. Mandala Hamonangan Sude Harry Van Sidabuke mencapai Rp 1.280.000.000.00.
Kemudian, dari Direktur Utama PT. Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja mencapai Rp 1.950.000.000.00. Selanjutnya, dari sejumlah vendor-vendor paket sembako mencapai Rp 29.252.000.000.00.
Uang puluhan miliar yang diterima Juliari itu, untuk memuluskan perusahaan milik Ardian dan Harry serta vendor-vendor lain agar mendapatkan jatah pengadaan paket sembako.
Dalam perkara ini, Juliari didakwa dalam pasal Pasal 12 huruf (b) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau Kedua : Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.