![Ilustrasi Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat menguasai jawa tengah. [Suara.com/Rochmat]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/18/44326-ilustrasi-pki.jpg)
Argo Ismoyo terpilih menjadi Wali Kota setelah Partai Komunis Indonesia memenangkan pemilu daerah Kotapraja Magelang tahun 1957. Dua tahun sebelumnya, pemilihan umum pertama digelar di Indonesia.
Pemilu nasional tahun 1955 diadakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Konstituante. Sebanyak 28 partai politik menduduki kursi DPR.
Berdasarkan jumlah suara terbanyak, kursi mayoritas secara berututan diduduki Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia.
Berhubung masa jabatan anggota DPRD habis pada 17 Juni 1957, pemilu lokal wajib digelar untuk memilih anggota dewan daerah saat itu juga.
Baca Juga:DPR Minta TNI Jelaskan Tudingan Gatot Nurmantyo Soal Hilangnya Diorama G30S/PKI
Panitia Pemilihan Daerah (PPD) Kotapraja Magelang dijadwalkan menggelar pemilu lokal 2 kali. Tanggal 14 Juli untuk masyarakat umum dan 17 Juli 1957 untuk angkatan perang dan polisi.
Tercatat 44 ribu dari 80 ribu jumlah penduduk Kotapraja Magelang terdaftar sebagai calon pemilih. Mereka dibagi dalam 81 tempat pemilihan suara yang disebar di 11 desa.
Dari 44 ribu pemilih, PPD Kotapraja Magelang hanya meloloskan 37.597 surat suara yang layak dihitung. Kantor berita Antara pada 26 Juli 1957 menuliskan peristiwa bersejarah itu.
Hasilnya Partai Komunis Indonesia mendapat 17.976 suara. Jauh meninggalkan PNI dan NU yang masing-masing memperoleh 6.409 dan 3.108 suara.
Laporan berita Antara berjudul “Perhitungan Suara di Kota Magelang Selesai: PKI Leading di Kota, NU Leading di Kabupaten”, menunjukkan perbedaan menyolok konsentrasi masa pendukung partai di Kotapraja Magelang dengan Kabupaten Magelang.
Baca Juga:CEK FAKTA: Istana Resmikan PKI Boleh Berdiri di Indonesia, Benarkah?
Penelitian mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Khusna Indah Wijayanti, menjelaskan penyebab terjadinya perbedaan suara dukungan.
Di Kotapraja Magelang, PKI mendapat dukungan dari kelas buruh kalangan Jawa abangan. Jumlah mereka saat itu mayoritas di Kotapraja Magelang.
Pendukung NU dan Masyumi hanya sedikit dari para pedagang yang bermukin di Kauman, Wates, Cacaban, Boton, dan Jurangombo. Sebagian wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Magelang yang menjadi basis massa muslim pondok pesantren.
Golongan abangan sendiri terbelah mendukung PKI dan PNI. Partai Nasional Indonesia didukung para priyayi abangan, sedangkan kaum buruhnya solid mendukung PKI.
Basis kekuatan PKI pada pemilu lokal Kotapraja Magelang berasal dari kaum buruh perkotaan dan buruh perusahaan perkebunan. Pengorganisiran buruh dimotori Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
Meski diikuti 12 partai politik, hanya 7 partai yang berhak menduduki 15 kursi Anggota Dewan Kotapraja Magelang. PKI mendapat 7 kursi, PNI 3 kursi, sedangkan Masyumi, NU, Partai Katolik, Parkindo, dan Baperki masing-masing hanya mendapat 1 kursi.