Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1920 Semaun juga menjadi ketua Partai Komunis Indonesiia (PKI). Sebelum menjadi ketua Partai PKI, Semaun juga kerapkali bersinggungan dengan SI pusat.
Sebuah jurnal berjudul Muncul dan Pecahnya Sarekat Islam di Semarang 1913-1920 yang ditulis Endang Muryanti mengungkap sebuah fakta jika
Setelah Semaun diangkat sebagai ketua Sarekat Islam Semarang sekaligus sebagai propaganda gerakan sosialis-revolusioner.
Dia mulai melancarkan kritik-kritik yang pedas terhadap pemerintah jajahan. Oleh karena itu, pengaruh Semaun mulai tertanam pada anggota-anggota Sarekat Islam.
Baca Juga:Sejarah Hari Kesaktian Pancasila dan Maknanya bagi Bangsa Indonesia
Pada saat Central Sarekat Islam menginginkan adanya dewan perwakilan rakyat (Volksaraad), namun Sarekat Islam Semarang khususnya Semaoen yang beraliran radikal tidak senang dengan keputusan tersebut.
Sebab dengan adanya Volksraad berarti mengadakan kerjasama dengan pemerintah kolonial. Dalam kongres Sarekat Islam yang ketiga, pengaruh Semaoen makin meluas.
Hal ini terlihat dengan terorganisirnya kaum buruh dan kaum tani dengan dibentuk sentral-sentral Sarekat ekerja.
Dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda, Sarekat Islam Semarang terdapat dua kubu yakni kubu Semaoen dan kubu Abdoel Moeis.
Semaunn lebih radikal sedangkan Abdoel Moeis lebih kooperatif. Pertentangan antara Semaun dengan Abdoel Moeis dalam masalah Volksraad dan perbedaan pandangan mengakibatkan perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam itu sendiri.
Baca Juga:Mbah Min dan Unjuk Rasa PKI di Perkebunan Djengkol
Yaitu Sarekat Islam Putih (SI Putih) , yang tetap mempertahankan dasar agama yang dipimpin oleh Cokroaminoto dan Abdoel Moeis dan Sarekat Islam Merah (SI Merah), yang bersifat mempertahankan ekonomis dogmatis yang dipimpin oleh Semaoen dan Darsono.