SuaraJawaTengah.id - Seorang balita berusia 2,5 tahun di Kabupaten Tegal menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh bocah kelas 6 SD saat sedang bermain. Kasus kekerasan seksual ini sudah dilaporkan ke kepolisian sejak Juli 2021, namun orang tua korban tak kunjung mendapat kejelasan proses hukumnya.
Sementara korban hingga kini masih harus menanggung dampak perbuatan jahanam itu. Alat kelamin korban kondisinya luka karena dimasuki benda tumpul secara paksa. Selain itu, perangai korban juga berubah karena trauma.
Ayah korban, Burhanudin (46) kepada Suara.com menuturkan, peristiwa memilukan yang menimpa anaknya pertama kali diketahui oleh istrinya pada 23 Juli 2021 saat pulang ke Kabupaten Tegal.
"Waktu itu istri saya pulang ke Tegal setelah bekerja 1,5 bulan di Jakarta. Hari pertama di rumah, pas Subuh, anak bangun tidur mau pipis nangis. Besoknya juga sama. Setiap mau pipis nangis. Lalu tanpa ditanya istri saya, dia cerita. Katanya sakit. Intinya vaginanya dicolok-colok pakai daun pisang," tuturnya, Jumat (17/6/2022).
Baca Juga:13 Kasus Pencabulan Terjadi Dalam 6 Bulan Ini, Ngawi Darurat Kekerasan Seksual
Mendengar cerita tersebut, istri Burhanudin yang kaget berupaya mengorek lebih lanjut dengan menanyakan siapa yang melakukan perbuatan tersebut. Korban kemudian mengungkapkan sebuah nama dan diketahui adalah bocah kelas 6 SD yang kerap bermain dengan korban bersama anak seumuran lainnya.
Di hari yang sama, kebetulan terduga pelaku bersama seorang temannya sedang berada di depan rumah orang tua korban. Istri Burhanudin pun langsung menanyakan kebenaran cerita anaknya ke terduga pelaku.
"Saat ditanya istri saya, terduga pelaku tidak mengaku. Tapi saksi (teman terduga pelaku) yang kebetulan juga ada di situ membenarkan jika vagina anak saya dicolok-colok," ujar Burhanudin.
Berdasarkan keterangan teman terduga pelaku yang menyaksikan, perbuatan terduga pelaku diduga dilakukan hingga dua kali. Pertama dilakukan di teras rumah nenek korban. Sedangkan kedua kalinya dilakukan di teras rumah Burhanudin yang saat itu kondisinya kosong karena ditinggal Burhanudin dan istrinya bekerja di Jakarta.
"Menurut cerita saksi saat ditanya istri saya, yang pertama dicolok-colok pakai jari sampai berdarah. Yang kedua dicolok pakai jari yang dililiti daun pisang. Daunnya kemudian dibuang ke saluran irigasi samping rumah kami. Memang anak-anak sering main di situ," ungkap Burhanudin.
Baca Juga:Siswi SMP Korban Kekerasan Seksual di Blitar Dipastikan Bisa Lanjutkan Pendidikan Setelah Melahirkan
Burhanudin yang mendengar cerita tersebut dari istrinya langsung bergegas pulang ke Kabupaten Tegal. Dia kemudian bolak-balik mendatangi Polres Tegal hingga akhirnya melaporkan perbuatan terduga pelaku pada 26 Juli 2022.
Pada hari itu juga, Burhanudin membawa anaknya untuk visum di salah satu rumah sakit di Kabupaten Tegal yang direkomendasikan kepolisian. Menurut dokter yang memeriksa, hasil visum baru bisa diketahui setelah tiga hari.
Namun saat Burhanudin kembali mendatangi rumah sakit tepat tiga hari setelah visum untuk menanyakan hasilnya, dokter enggan menyampaikan dengan alasan bukan wewenangnya dan harus seizin kepolisian.
"Akhirnya saya ke Polres Tegal lagi. Saya tanya hasil visum dan perkembangan proses hukum, petugas bilang masih antre, kasusnya tidak hanya kasus anak saya saja. Saya juga belum bisa dapat hasil visumnya," ucapnya.
Mendapat keterangan tersebut, Burhanudin tak menyerah. Sekitar 10 hari kemudian, dia kembali mendatangi Polres Tegal untuk menanyakan hal yang sama dan mendapat jawaban jika laporannya akan diproses. Dia juga mendapat pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Tegal.
"Penyelidik bilang ke saya disuruh bawa saksi dan nenek anak saya. Akhirnya saya bawa saksi bersama orang tuanya dan nenek anak saya. Apa yang ditanyakan ke saksi itu sama dengan apa yang ditanya istri saya saat di rumah. Kejadiannya seperti apa, apa yang dilihat. Keterangannya juga sama. Selain itu, sempat juga diminta mempraktikkan pakai boneka dan daun," kata dia.
Setelah memeriksa nenek korban dan saksi yang melihat, Burhanudin juga diminta membawa saksi lain untuk mendukung keterangan saksi yang sudah diperiksa. Pada 1 September 2021, Burhanudin akhirnya membawa saudara istrinya yang sehari-hari mengurus rumahnya ke Polres Tegal untuk dimintai keterangan.
"Pada saat sedang menunggu dia diperiksa, saya melihat terduga pelaku dan orang tuanya juga ada di Polres Tegal," ungkapnya.
Selang beberapa hari kemudian, Burhanudin memutuskan untuk memeriksakan dan membawa berobat anaknya ke dokter di rumah sakit yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui kondisi alat kelamin anaknya sekaligus sebagai pembanding. Dia harus meminjam uang untuk keperluan itu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter di rumah sakit yang ada di Kota Tegal tersebut, terdapat luka di alat kelamin korban karena kekerasan benda tumpul.
"Vagina anak saya itu didiagnosis ada trauma vulva. Itu artinya ada kekerasan. Saya tanya dokter kalau ada trauma vulva itu apa maksudnya, dokter bilang ini akibat benda tumpul. Jadi bukan karena binatang maupun penyakit bawaan. Kaya dicolok-colok, kata dokternya," jelasnya.
Burhanudin sangat berharap laporannya bisa ditindaklanjuti dan terduga pelaku bisa diproses hukum. Hampir setahun sejak dilaporkan, dia menyebut belum ada perkembangan penanganan kasusnya.
"Intinya sampai sekarang tidak ada keberlanjutan, keterangan SP3 (penghentian kasus) juga tidak ada. Kok tidak diselesaikan, apakah karena saya miskin atau apa?," ujar pria yang di Jakarta bekerja sebagai kurir itu.
Tak hanya melaporkan ke polisi, Burhanudin juga mengadukan peristiwa yang dialami anaknya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Saat menerima aduan tersebut, KPAI mendukung langkah Burhanudin melapor ke polisi.
"Dari KPAI bilang itu harus (dilaporkan), jangan didiamkan. Ini juga buat contoh untuk masyarakat dan agar menimbulkan efek jera bagi pelaku walaupun anak kecil," ujarnya.
Selain mengadukan ke KPAI, dia juga mengirim surat ke Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Bupati Tegal Umi Azizah demi mendapat keadilan untuk anaknya.
"Anak saya tidak bisa dinilai. Mau kata damai atau apa, anak saya tidak bisa dinilai. Apalagi saya dari orang tidak mampu, orang awam. Di Indonesia ini kan ada hukum, ditindaklanjuti saja, hukumannya apa kan ada undang-undangnya. Saya minta keadilan untuk anak saya," tandasnya.
Korban Alami Trauma
Menurut Burhanudin, kekerasan seksual yang dialami, meninggalkan dampak yang besar pada anaknya. Sang anak yang semula periang dan aktif, mendadak berubah perangainya.
"Kalau buang air nangis. Biasanya nggak seperti itu. Dulunya anak saya aktif, lincah, sering lari-lari, nggak pernah takut kalau ada yang main. Baik laki atau cewek. Sekarang berbeda. Jadi murung, kadang suka ngoceh sendiri, nangis, sewotan (mudah marah) dan kaya takut kalau mau main," tuturnya.
Sebagai ayah, pikiran dan perasaan Burhanudin sangat terguncang ketika mendapat kiriman video dari istrinya yang memperlihatkan kondisinya anaknya yang kerap menggigau. Seketika terbayang perlakuan buruk yang dialami anak keduanya itu.
"Istri saya yang di rumah bilang, anak saya sering nginggau. Pas dikirimi videonya pas lagi nggigau, saya bisa merasakan seperti apa kekerasan yang dialami anak saya," ucapnya.
Langkah Burhanudin melapor ke polisi pun turut berdampak kepada keluarganya. Alih-alih mendukungnya sebagai korban, para tetangganya justru mencibir dan terkesan menyalahkannya. Keluarganya juga harus berhadapan dengan keluarga besar terduga pelaku yang tergolong kaya dan terpandang di desanya.
Mereka membuat opini ke warga desa seolah-olah Burhanudin tak mau diajak berdamai. Padahal sejak peristiwa terjadi, mereka tidak pernah ada itikad baik, bahkan, sekedar mendatangi rumah keluarga Burhanudin.
"Saya sebagai korban seolah-olah disalahkan. Jadi opini orang di situ saya salah, masalah anak kecil kok dilaporin ke polisi. Dampak buruknya ke orang tua istri saya, keluarga istri saya, istri saya. Mereka jadi bahan cemoohan orang. Tapi yang utama bukan itu, dari awal saya ingin keadilan untuk anak saya," ujarnya.
Penjelasan Polisi
Sementara itu, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tegal Iptu Andi Susanto mengatakan, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah penanganan kasus yang dilaporkan Burhanudin, di antaranya dengan memeriksa saksi-saksi dan melakukan visum terhadap korban.
"Terkait visum, hasilnya itu tidak ditemukan luka bekas kekerasan benda tumpul maupun kelainan terhadap yang diduga menjadi korban," kata Andi saat dihubungi, Jumat (17/6/2022).
Menurut Andi, hasil visum di Rumah Sakit Adella Kabupaten Tegal tersebut menjadi salah satu alat bukti utama dalam penanganan kasus yang dilaporkan. Dengan hasilnya menunjukkan tidak ada luka pada alat kelamin korban, maka pihaknya tidak bisa melakukan pembuktian adanya dugaan tindak kekerasan seksual atau pencabulan.
"Kalau hasil visum seperti itu gimana. Kami tidak bisa menjadikan tersangka atau memenjarakan orang tanpa bukti. Jadi saat ini kami masih dalam proses penyelidikan. Dalam waktu dekat akan digelarkan lagi untuk memberi kepastian hukum. Kalau tidak cukup bukti ya mungkin ada langkah dihentikan, kalau ditemukan bukti baru ya dilanjutkan," ujarnya.
Andi mengaku sudah menyampaikan hasil visum kepada pelapor dan pihak-pihak yang ikut memberi perhatian kasus tersebut, salah satunya KPAI.
"Ada surat dari KPAI pusat sudah kami jawab semua, termasuk menjelaskan hasil visum itu. Dari KPAI juga sudah ke sini dan kami klarifikasikan semua. Faktanya seperti itu gimana," kata dia.
Menurut Andi, pihaknya bersama PPT Kabupaten Tegal juga sudah melakukan kunjungan ke rumah korban dalam penanganan kasus tersebut. Dia menyebut kondisi anak korban normal. "Korban normal, biasa, karena dari hasil visum barangnya utuh," cetusnya.
Andi kembali menegaskan kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan dan dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Nanti kami minta petunjuk pimpinan untuk gelar lanjutan biar ada kepastian hukum kasus ini," ujarnya.
Kontributor : F Firdaus