Selain pedagang asongan, di zona II dalam kompleks Candi Borobudur ada kegiatan komersial lainnya. “Ada Tayo puter-puter itu, jualan kopi, Coca Cola. Artinya kalau harus bersih, ya bersih semua. Jangan hanya asongan (yang dilarang berjualan),”kata Wito.
Menurut Wito, tidak adil jika para asongan yang bermodal kecil harus disingkirkan. Sedangkan usaha lainnya yang bermodal besar, bisa nyaman menjalankan aktivitas bisnis di zona II Borobudur.
Selama ini para pedagang asongan sering dituding sebagai pengganggu kenyamanan wisatawan. Dicap sulit diatur dan mengganggu ketertiban.
"Pengasong itu kan juga manusia. Bisa diatur. Sepanjang pengelola atau tata kelolanya baik, saya rasa bisa meminimalisir permasalahan atau pertentangan itu."
Baca Juga:Perwakilan Umat Buddha Indonesia Resmi Laporkan Roy Suryo ke Polisi Terkait Meme Stupa Borobudur
LBH Yogyakarta juga mengingatkan PT Taman Wisata Candi sebagai BUMN, selain mencari keuntungan juga bertujuan mensejahterakan masyarakat. Pedagang asongan yang merupakan warga sekitar Borobudur, harus mendapat manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata.
"Mereka cuma punya peluang mengasong. Tidak mungkin mereka punya peluang untuk bikin hotel, resort, dan rumah makan. Cuma mengasong saja yang mereka inginkan," kata penasehat hukum LBH Yogyakarta, Lalu Muhammad Iling Jagat.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi