"Yang saya rasakan, saya bisa melihat sosok yang beda, bukan manusia bukan pula hewan. Dulu itu pernah melihat yang bentuknya seperti orang kecil matanya melotot, saya heran, tapi setelah cukur ya sudah tidak seperti itu lagi,"kata dia.
Kebanyakan, anak gimbal memiliki gerak-gerik aneh dan ketika meminta sesuatu harus terlaksana. Jika tidak, ia akan marah dan sakit.
"Kalau sekarang kebanyakan ini memiliki gerak gerik yang aneh, makan minta apa harus terlaksana. Kalau tidak dituruti nanti akan rewel. Kalau baru tumbuh juga rewel dan sakit sakitan seperti demam, cicit saya pun seperti itu, tapi tidak perlu khawatir," ujarnya.
Garis Keturunan
Baca Juga:Dieng Culture Festival Didorong jadi Agenda Wisata Internasional
Ia menyebut, sejauh ini anak yang berambut gembel terdapat garis keturunan Dieng jika diurut silsilah keluarganya.
"Selama ini banyak yang ikut ruwatan dari berbagai daerah, bahkan di luar Jawa. Tapi ketika diurut itu ada keturunan dari Dieng, entah dari nenek atau buyut," sebutnya.
Tradisi ruwatan sebelumnya sudah berlangsung sejak dulu namun dilakukan secara mandiri oleh warga desa. Ruwatan digelar di komplek Candi dengan diikuti prosesi lainnya.
Berbeda dengan prosesi DCF saat ini yang digelar dengan rangkaian acara hiburan yang menarik wisatawan.
"Prosesi ruwatan sama dari dulu sampai sekarang, misal ada keramas dan sesaji itu sama. Hanya saja, dulu belum semeriah ketika dikemas menjadi DCF," jelas dia.
Kontributor : Citra Ningsih