- Nama Batang lahir dari kisah heroik Ki Ageng Bahurekso yang mengangkat batang kayu menutup sungai.
- Dari hutan angker, Batang berkembang jadi pusat pertanian, perdagangan, hingga kabupaten mandiri.
- Kini Batang tumbuh modern lewat kawasan industri, tetap menjaga nilai sejarah dan budaya leluhur.
SuaraJawaTengah.id - Pernahkah kamu berpikir bahwa nama sebuah kota bisa lahir hanya dari sepotong kayu? Kota Batang di pesisir utara Jawa Tengah punya kisah luar biasa di balik namanya.
Tak sekadar legenda, tapi juga sejarah tentang keberanian, perjuangan, dan lahirnya identitas masyarakat pesisir. Sebagaimana dikutip dari YouTube Kisah Nusantara simak tujuh fakta menarik tentang asal usul Batang berikut ini!
1. Nama “Batang” Lahir dari Aksi Heroik Ki Ageng Bahurekso
Nama Batang ternyata berasal dari kisah nyata di masa Kesultanan Mataram. Saat itu, seorang tokoh sakti bernama Ki Ageng Bahurekso mendapat tugas dari Sultan Agung untuk membuka hutan Roban, wilayah lebat dan angker di pesisir utara Jawa.
Baca Juga:5 Prompt Foto Jadul 80-an: Dari Kamar Musik Hingga Gaya Kaset Lawas
Di tengah perjuangan itu, aliran sungai besar terhambat oleh tumpukan kayu raksasa.
Dengan kekuatan dan doa, Ki Ageng Bahurekso mengangkat batang kayu yang menutup sungai sambil berteriak, “Ngembat Watang!” (mengangkat batang).
Dari peristiwa heroik itulah nama Batang lahir—bukan sekadar nama tempat, tapi simbol kekuatan dan pengabdian.
2. Awalnya Didirikan untuk Ketahanan Pangan Kerajaan Mataram
Pada awal abad ke-17, Sultan Agung memikirkan cara memperkuat kerajaan bukan hanya lewat perang, tapi juga lewat lumbung pangan. Ribuan prajurit Mataram butuh pasokan beras untuk bertahan menghadapi musuh.
Baca Juga:7 Fakta Mengejutkan Jepara Masa Lalu Bukan Bagian dari Pulau Jawa
Maka, wilayah pesisir seperti Batang dipilih karena tanahnya subur dan strategis.
Setelah hutan Roban dibuka, daerah itu menjelma menjadi lahan pertanian subur. Sawah-sawah mulai ditanami padi dan palawija, menjadikan Batang sebagai penopang pangan utama Kesultanan Mataram.
3. Dari Hutan Angker Jadi Pusat Perdagangan Pantura
Dulu, hutan Roban terkenal menyeramkan penuh pepohonan raksasa dan hewan buas. Namun setelah dibuka oleh Ki Ageng Bahurekso, wilayah itu berubah drastis.
Sungai yang semula tersumbat kini mengalir deras, memberi kehidupan bagi petani.
Seiring berjalannya waktu, lahan pertanian berkembang menjadi perkampungan ramai. Para pedagang dari berbagai daerah berdatangan, dan Batang pun menjelma menjadi titik perdagangan penting di jalur Pantura.
Pasar tradisional tumbuh, pertukaran hasil bumi menggeliat, dan kehidupan ekonomi pun tumbuh pesat.
4. Ki Ageng Bahurekso: Pejuang Sakti yang Gugur di Batavia
Selain dikenal sebagai pembuka hutan Roban, Ki Ageng Bahurekso juga seorang pahlawan Mataram. Ia memimpin pasukan dalam berbagai pertempuran melawan VOC Belanda. Dalam salah satu ekspedisi ke Batavia, ia gugur sebagai syuhada.
Kisah perjuangannya mengajarkan nilai keberanian dan pengabdian tanpa pamrih. Hingga kini, masyarakat Batang masih mengenang Ki Ageng Bahurekso sebagai tokoh sakral dan pelindung wilayah mereka.
5. Batang di Bawah Cengkeraman Kolonial Belanda
Memasuki abad ke-18 dan 19, Batang jatuh ke tangan VOC dan Hindia Belanda. Karena letaknya strategis di jalur pelayaran antara Semarang, Pekalongan, dan Tegal, Batang dijadikan pusat perdagangan hasil bumi seperti beras, kayu jati, dan kopi.
Namun, masa kolonial membawa penderitaan. Rakyat Batang dipaksa menjual hasil panen dengan harga murah. Saat sistem tanam paksa (cultuurstelsel) diberlakukan pada 1830, banyak petani kehilangan lahan dan terjerat kemiskinan.
Meski begitu, semangat rakyat Batang untuk melawan penindasan tak pernah padam.
6. Dari Perjuangan Kemerdekaan hingga Jadi Kabupaten Mandiri
Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, rakyat Batang langsung menyambut dengan semangat juang tinggi. Mereka ikut melawan agresi militer Belanda melalui laskar rakyat dan pasukan Hizbullah-Sabilillah. Hutan Roban kembali menjadi medan gerilya.
Setelah masa perang usai, Batang resmi memisahkan diri dari Kabupaten Pekalongan dan menjadi kabupaten mandiri. Keputusan ini menegaskan identitas Batang sebagai daerah yang punya sejarah, budaya, dan masyarakat yang tangguh.
7. Batang Modern: Antara Sejarah, Alam, dan Industri
Kini Batang berkembang pesat tanpa melupakan akar sejarahnya. Wilayah pesisir di utara dimanfaatkan untuk pelabuhan, perikanan, dan wisata bahari, sementara bagian selatan kaya akan perkebunan dan pertanian.
Yang paling monumental adalah berdirinya Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) — proyek strategis nasional yang membawa Batang ke panggung ekonomi modern. Meski berubah menjadi kota industri, nilai gotong royong, religiositas, dan kesenian rakyat seperti kuda lumping dan sedekah laut tetap dijaga.
Kisah asal-usul Batang bukan sekadar legenda tentang sepotong kayu, tapi cerita tentang manusia yang menaklukkan alam dengan doa dan tekad. Dari peristiwa “Ngembat Watang” hingga perjuangan rakyat melawan penjajah, semua menjadi fondasi bagi identitas Batang hari ini.
Batang adalah cermin dari perjalanan bangsa: berani, pantang menyerah, dan selalu bergerak maju tanpa meninggalkan akar sejarahnya.
Kontributor : Dinar Oktarini