SuaraJawaTengah.id - Kepulan asap dan uap dari tungku besar lumayan pekat menghiasi wajah Ali Baharun (61). Tangan tuanya terlihat masih cekatan mengaduk adonan sekitar 30 kilogram beras yang setara denga 350 porsi bubur yang hampir jadi.
Di belakang Masjid Pekojan di Kelurahan Purwodinatan Kota Semarang, Jawa Tengah, Ali terus mengaduk adonan bubur secara teratur dan merata, agar tingkat kecairannya sama, pun berkejar waktu antara nyala api dari kayu serta waktu yang mendekati berbuka puasa.
Kemampuan Ali sebagai peracik bubur India merupakan warisan tradisi moyangnya yang berasal dari Suku Koja di Wilayah Gujarat, India.
Dalam perjalanannya, warga dari Gujarat juga menyebar hingga ke Semarang. Bagi tradisi Gujarat, membuat bubur India sebagai menu takjil berbuka puasa di Masjid Pekojan Semarang sudah dilakukan turun temurun sejak 2,5 abad silam.
"Masaknya harus pakai kayu bakar karena tingkat kematangan lebih merata dan citarasanya tidak cepat hilang," kata Ali Baharun, Kamis (16/5/2019).
Sembari mengaduk adonan bubur, Ali bercerita, jika bubur India dikenalkan para saudagar Koja yang singgah di Semarang melalui jalur perdagangan. Koja merupakan salah satu suku di Gujarat India yang berdarah pedagang dan petualang. Mereka juga syiar agama Islam di Semarang.
Lalu mereka membuat koloni perkampungan yang sekarang dinamai Kampung Pekojan, di Jalan Petolongan Nomor 1 Semarang. Pekojan juga menjadi salah satu komplek bisnis yang dihuni para keturunan Koja Gujarat.
Bahkan, Komplek Pekojan juga bersebelahan dengan perkampungan bisnis lainnya seperti Pecinan (Cina), Kauman dan Bustaman (Arab), dan Kawasan Kota Lama (Belanda).
Dahulu, menjelang buka puasa, kata Ali, para pedagang akan berbuka puasa dan Salat Magrib di Masjid Pekojan dan mereka membawa bekal makan sendiri.
Baca Juga: Mengintip Nikmatnya Menu Istimewa Takjil di Masjid Gedhe Kauman
Seiring berkembangnya kawasan ini, jemaah Salat Maghrib dan berbuka puasa kian bertambah. Tak hanya dari etnis Koja saja, ada juga dari Jawa, Cina, Arab yang ikut singgah beribadah.
"Para saudagar berinisiatif mengumpulkan bekal untuk menjadi satu santapan bersama menjelang berbuka puasa. Jadilah membuat bubur, sesuai tradisi mereka di tanah asalnya," jelas Ali.
Pada Ramadan tahun ini, setiap harinya Ali membuat bubur India mulai Pukul 14.00 WIB sampai Pukul 16.00 WIB. Dia harus menyediakan sekitar 20 hingga 30 kilogram beras. Cara memasaknya pun seperti membuat bubur biasanya. Hanya saja ada tambahan rempah-rempah.
Bubur India ini sedikit berbeda dari bubur biasanya, teksturnya lebih encer namun kaya akan rempah-rempah. Ada kayu manis, jahe, laos, serai dan ditambah potongan sayuran seperti seledri dan wortel.
"Bumbu rempah ini dibawa saat para saudagar dan pedagang Koja berdagang di Semarang. Dicampur dengan bubur agar rasanya lebih hangat dan menyehatkan saat berbuka puasa," beber Ali, yang merupakan genarasi ke empat keturunan Koja.
Setelah bubur matang, cara penyajiannya pun unik. Ada sekitar 200-300 mangkuk plastik berwarna-warni diisi dengan bubur India. Lalu ditambah dengan kuliner khas Kampung Bustaman yakni Gulai Bustaman.
Warga sekitar juga banyak yang minta untuk dibawa pulang sebelum dibagi kedalam mangkuk-mangkuk.
"Hari ini bubur India diberi tambahan gulai Bustaman, besoknya bisa ganti opor, sambal goreng, dan lainnya," katanya.
Mangkuk-mangkuk plastik itu ditata sejajar di serambi Masjid Pekojan. Bersanding dengan gelas warna-warni pula berisi susu, ada juga tambahan takjil berupa buah kurma.
Menjelang waktu berbuka, para jamaah, warga sekitar, para musafir dan kaum dhuafa, akan berkumpul menjadi satu. Saling menghadap pada mangkuk bubur yang telah ditata itu.
"Setiap Ramadan sesekali mampir masjid Pekojan, ikut buka puasa takjil bubur. Saya menyebutnya bubur Koja atau bubur India, rasanya beda ada rempah-rempahnya. Hangat, halus, dan cocok bagi lambung dimakan saat berbuka puasa," kata Prasetya, salah satu warga yang siap menyantap bubur India.
Kontributor : Adam Iyasa
Berita Terkait
-
Semangat Kebersamaan, Polisi dan TNI Bagi-bagi Takjil Ramadan
-
Beribadah di Masjid Ini, Barang Jemaah yang Hilang Akan DIganti
-
Kisah Masjid Keramat, Saksi Bisu Islam Masuk ke Kalimantan Selatan
-
Masjid Sokambang, Saksi Peristirahatan Keluarga Raja Sumenep
-
Masih Ingat Masjid Kapal 'Bahtera Nuh' ? Intip Kondisinya Saat Ramadan
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
130 Tahun BRI, Konsisten Tumbuh Bersama Rakyat dan Perkuat Ekonomi Inklusif
-
10 Tempat Wisata di Brebes yang Cocok untuk Liburan Sekolah Akhir Tahun 2025
-
Borobudur Mawayang: Sujiwo Tejo dan Sindhunata Hidupkan Kisah Ambigu Sang Rahvana
-
5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
-
BRI Peduli Guyur Rp800 Juta, Wajah 4 Desa di Pemalang Kini Makin Ciamik