Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Jum'at, 20 Desember 2019 | 18:28 WIB
Jembatan bambu yang menghubungkan Desa Larangan Pagentan Banjarnegara dan Desa Jebengplampitan Sukoharjo Wonosobo. [Suara.com/Khoirul]

SuaraJawaTengah.id - Masyarakat di perbatasan Kecamatan Pagentan Banjarnegara dan Kecamatan Sukoharjo Wonosobo Jawa Tengah mengeluhkan sulitnya akses penyeberangan. Hingga kini, mereka mengandalkan jembatan bambu reot di atas Sungai Tulis untuk menyeberang.

Untuk diketahui, jembatan itu tak hanya menghubungkan warga di Desa Jebeng Plampitan Kecamatan Sukoharjo Wonosobo dengan Desa Larangan Kecamatan Pagentan Banjarnegara, namun juga desa-desa di sekitarnya.

Kepala Desa Larangan Banjarnegara Harto mengatakan, kondisi jembatan yang dibangun secara swadaya itu amat memprihatinkan. Kondisi bambu sudah lapuk. Jika terjadi kerusakan, warga gotong royong memperbaikinya.
Meski demikian, bangunan itu tetap mudah rusak karena disusun dari bambu yang rapuh.

Padahal, setiap hari jembatan itu dilintasi banyak kendaraan yang membawa beban. Menurut Harto, jembatan itu menjadi akses utama warga di beberapa desa di dua kabupaten.

Baca Juga: Diterjang Banjir, 3 Desa di Sumsel Terendam dan 2 Jembatan Putus

Roda perekonomian sebagian warga juga bergantung dari keberadaan jembatan itu. Karena kondisi jembatan yang sempit, warga terpaksa melangsir hasil pertanianya seperti salak menggunakan sepeda motor.

"Diangkut pakai sepeda motor, mobil enggak bisa lewat,"katanya

Selain untuk aktivitas perekonomian, jembatan itu juga menjadi akses siswa menuju sekolah. Sedemikian pentingnya akses tersebut, warga di dua kabupaten itu selalu merawat jembatan bambu itu agar bisa dilalui.

Harto mengatakan, beberapa kali warga harus membangun jembatan bambu yang baru karena jembatan lama hilang diterjang banjir. Karakter arus di sungai pegunungan susah ditebak. Air sungai bisa tiba-tiba meluap hingga menerjang jembatan saat hujan turun lebat. Sedangkan bangunan jembatan tidak cukup kuat menahan derasnya arus.

Masyarakat menuai kendala untuk menyeberang saat debit air sungai Tulis naik. Warga setempat pun sering mengimbau pengendara yang hendak menyeberang agar mengurungkan niatnya saat sungai meluap. Namun ada saja warga yang memaksa untuk tetap melintas meski bahaya mengancam.

Baca Juga: Penampakan Mengerikan Jembatan Ambruk di Solok

"Pernah dulu ada pengendara tercebur bersama kendaraannya. Sepeda motor hanyut, tapi orangnya selamat,"katanya

Harto berharap agar pemerintah membuatkan jembatan permanen yang lebih kokoh untuk mengganti jembatan reot itu. Sehingga warga bisa beraktivitas dengan lancar dan tenang. Ia mengaku sudah beberapa kali ada tinjauan dari pemerintah baik daerah maupun provinsi. Sayang sampai saat ini pembangunan belum terealisasi.

Padahal kecemasan masyarakat semakin bertambah karena sudah memasuki musim penghujan. Jika sungai meluap dan jembatan berbahaya untuk dilintasi, warga harus memutar melewati jalur alternatif yang lebih jauh dan boros bahan bakar.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Banjarnegara Tatag Rochadi mengatakan, jembatan itu dimanfaatkan warga di dua kabupaten. Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk mencari solusi atas permasalahan itu.

Namun pihaknya telah berencana mengusulkan pembangunan jembatan itu ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui dana hibah.

"Rencana mau diusulkan jembatan gantung,"katanya

Pembangunan jembatan gantung dinilainya lebih murah dibanding jembatan permanen dengan konstruksi beton. Jembatan gantung itu diusulkan selebar sekitar 2,5 meter. Dalam kondisi darurat, hanya mobil ambulans yang diperbolehkan melintasi jembatan itu. Selainnya hanya boleh dilalui kendaraan roda dua dan pejalan kaki.

Kontributor : Khoirul

Load More