SuaraJawaTengah.id - Kebijakan larangan membeli pertalite menggunakan jeriken oleh Pertamina menuai polemik di masyarakat. Sejumlah masyarakat dari berbagai kecamatan di Kabupaten Banjarnegara hari ini, Jumat (3/1/2020), menggelar demonstrasi di SPBU Kecamatan Karangkobar.
Mereka terdiri dari berbagai elemen, mulai petani, pedagang eceran, hingga tukang ojek yang biasa memanfaatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite.
Menurut perwakilan demonstran yang juga petani kentang asal Desa Sumberejo Kecamatan Batur Dwi Edi, aksi ini untuk memprotes kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Akibat pelarangan yang disebutnya mulai tanggal 1 Januari 2020 lalu, terjadi kelangkaan BBM di desa-desa.
Padahal masyarakat setiap hari mengandalkan suplai BBM, khususnya pertalite dari pengecer untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar mesin mereka. Ia mempertanyakan kebijakan itu lantaran pertalite tidak termasuk BBM bersubsidi.
Baca Juga: SPBU Tak Layani Truk Beli Solar, Sopir: Kalau Pakai Jeriken, Kok Boleh?
"Harusnya petani dapat BBM bersubsidi. Ini pertalite tidak bersubsidi kok ya masih dibatasi," katanya
Dwi mengatakan, warga desanya dan desa-desa sekitar selama ini sangat bergantung dari persediaan BBM di pengecer. Meski warga harus membeli sedikit lebih mahal, Rp 8.800 untuk pertalite dan Rp 11.500 untuk pertamax dari harga di SPBU. Masalahnya, keberadaan SPBU jauh dari tempat tinggal warga, terutama yang berada di desa terpencil. Terlebih kondisi geografis Banjarnegara bagian atas berbukit yang membuat akses warga ke kecamatan sulit.
Di Banjarnegara bagian atas, hanya ada dua SPBU, yakni di kecamatan Karangkobar dan di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur. Dua SPBU itu harus melayani kebutuhan masyarakat di beberapa kecamatan di sekitarnya.
Menurut Dwi, kalangan petani di dataran tinggi Dieng sangat dirugikan atas kebijakan ini. Ia sendiri dalam sehari rata-rata membutuhkan empat liter pertalite untuk menghidupkan mesin yang dipakainya untuk merawat tanaman. Padahal sebagian besar petani di Dieng, khususnya petani kentang, sudah memanfaatkan mesin berbahan bakar minyak untuk perawatan lahan mereka. Alasannya tentu saja efisiensi.
"Kalau pakai manual bisa dua hari, tapi kalau pakai mesin bisa selesai dua jam,"katanya
Baca Juga: Jual Premium Dimasukan ke Jeriken, 7 SPBU di Aceh Dihukum Pertamina
Namun ia mengaku mulai bingung karena pertalite tak lagi dijual di pengecer. Jika menggunakan pertamax, biaya operasional petani semakin membengkak. Sementara hasil panen kentang sering kali anjlok hingga petani merugi. Ia mengaku banyak petani yang bernasib sama dengannya. BBM sudah menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa dihindari bagi petani.
Sebab itu, ia meminta kebijakan larangan pembelian pertalite menggunakan jeriken ditarik karena merugikan masyarakat kecil yang sulit mengakses SPBU. Bukan hanya petani yang menjerit. Pedagang kecil hingga tukang ojek hasil bumi di dataran tinggi Dieng pun dirugikan karena kebijakan ini.
Pihaknya pun hari ini telah menyampaikan aspirasi itu melalui audiensi dengan DPRD Banjarnegara agar ada solusi atas persoalan ini.
"Kami harap ada kebijaksanaan,"katanya
Sementara itu, pihak PT Pertamina Pemasaran Region IV Jateng dan DIY Arya Yusa Dwicandra mengatakan, larangan membeli BBM menggunakan jeriken tidak lain menyangkut alasan keselamatan. Penerapan aturan ini kembali dipertegas mulai 1 Januari 2020 lalu.
Sebab jeriken yang biasa digunakan masyarakat selama ini tidak sesuai standar karena bisa memicu kebakaran. Beberapa kasus kebakaran di SPBU disinyalir karena pengisian BBM ke jeriken yang dibawa warga.
"Ternyata setelah kami selidiki, kebakaran itu karena jeriken. Ini untuk keselamatan,"katanya
Pihaknya sebenarnya masih mentolerir pembelian BBM menggunakan jeriken namun yang aman dari risiko kebakaran. Meski, diakuinya harga jeriken berbahan logam yang direkomendasikan itu harganya cukup mahal.
Pihaknya pun telah menerima laporan soal unjuk rasa masyarakat Banjarnegara perihal kebijakan itu. Sebab itu pihaknya akan mengevaluasi kebijakan itu kembali dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari jalan keluar atas permasalahan ini.
"Ini jadi gejolak. Jadi nanti kami beri kelonggaran agar tetap bisa layani masyarakat,"katanya.
Kontributor : Khoirul
Berita Terkait
-
Sejarah Shell di Indonesia, Santer Diisukan Bakal Tutup SPBU
-
Jaringan Pipa BBM Pertamina di Plumpang Bocor, Disebut Akibat Galian PAM Jaya
-
Proyek Strategis Nasional Terminal LPG Bima Selesai, Perkuat Distribusi LPG untuk Masyarakat NTB
-
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Jalankan Replikasi Bank Sampah Lampion di Kawasan Padat Penduduk
-
Gotong Royong Bangun Jargas, Solusi Kurangi Beban Subsidi Energi Lewat Optimalisasi Gas Domestik
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
Thom Haye hingga Ragnar Oratmangoen Punya KTP DKI Jakarta, Nyoblos di TPS Mana?
-
Awali Pekan ini, Harga Emas Antam Mulai Merosot
-
Ada Marselino Ferdinan! FIFA Rilis Wonderkid Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Desas-desus Shell Mau Hengkang dari RI Masih Rancu, SPBU Masih Beroperasi
-
Media Asing Soroti 9 Pemain Grade A Timnas Indonesia di Piala AFF 2024, Siapa Saja?
Terkini
-
Deretan Tablet Redmi Terbaru 2024 dan Spesifikasinya
-
Diskon BRImo hingga Cashback Meriahkan OPPO Run 2024
-
Survei Pilkada Kota Semarang: Yoyok-Joss Unggul Tipis atas Agustina-Iswar
-
Jokowi Sampai Turun Gunung ke Semarang, Optimis Luthfi-Yasin Menang di Pilgub Jateng
-
Dramatis! Evandro Brandao Jadi Pahlawan, PSIS Curi Poin di Kandang Persik Kediri