Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Rabu, 15 Januari 2020 | 17:31 WIB
Kapolda Jateng, Irjen Pol. Rycko Amelza Dahniel, memberikan keterangan terkait penangkapan dua pimpinan Keraton Agung Sejagat di Mapolda Jateng, Rabu (15/1/2020). [Semarangpos.com/Imam Yuda S]

SuaraJawaTengah.id - Polda Jawa Tengah telah meringkus dua orang yang mengklaim sebagai raja dan ratu Kerajaan Agung Sejagat yang belakangan diduga modus penipuan, yakni Totok Santosa dan Fanni Aminadia, Selasa (14/1/2020).

Keduanya pun sempat diboyong ke Markas Polda Jateng di Kota Semarang, Rabu (15/1/2020), untuk dipamerkan dalam gelar perkara kasus tersebut.

Saat dihadirkan ke hadapan awak media itu, Fanni Aminadia yang mendaulatkan diri sebagai Kanjeng Ratu Dyah Gitaraja terlihat menangis.

Ia juga tampak menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak sepakat dengan apa yang disampaikan Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel, kepada awak media tentang latar belakang penangkapannya.

Baca Juga: Totok Ngaku Kaisar Kerajaan Agung Sejagat, Aslinya Pedagang Angkringan

Sementara itu, pasangan Fanni, Totok Santosa, yang bergelar Sinuhun tak banyak bereaksi. Ia hanya terlihat menundukkan kepala sambil mencuri pandang kepada Fani, yang disebut-sebut sebagai ratunya.

Sayang, pantauan Semarangpos.com—jaringan Suara.com, baik Fanni dan Totok tak mendapat kesempatan memberikan sanggahan atas pernyataan Kapolda Jateng.

Mereka langsung digelandang kembali ke ruangan Ditreskrimum Polda Jateng begitu sesi jumpa pers selesai.

Dalam jumpa pers itu, Kapolda menyatakan penangkapan terhadap pimpinan Keraton Agung Sejagat itu didasari adanya unsur penipuan kepada masyarakat.

Keduanya mendeklarasikan sebagai pemimpin Keraton Agung Sejagat dan meminta iuran kepada warga yang ingin menjadi anggota, Rp3 juta-Rp30 juta.

Baca Juga: Protes, Ratu Kerajaan Agung Sejagat: Kami Diperlakukan seperti Teroris

“Warga yang jadi pengikut harus bayar iuran Rp 3 juta – Rp 30 juta. Mereka menyebar keyakinan jika ikut kerajaannya bisa terbebas dari malapetaka dan hidupnya lebih baik, Sementara, kalau tidak ikut dan mengakui keberadaannya bisa terkena malapetaka,” ujar Rycko.

Rycko mengungkapkan, dalam mengelabuhi warga, kedua tersangka itu menggunakan dokumen-dokumen palsu.

“Warga percaya itu. Apalagi, mereka juga melengkapi dengan simbol-simbol yang dibuat sendiri. Nah, si perempuan [Fanni] yang bertugas mendesain simbol-simbol itu,” ujar Rycko.

Load More