Chandra Iswinarno
Rabu, 13 Mei 2020 | 16:42 WIB
Salah satu Manusia Pembawa Karung di jalanan Protokol Semarang. [Ayosemarang,com]

"Ya pengennya pulang mas. Bisa lebaran di rumah. Tapi katanya ndak boleh dulu, ya udah pasrah aja," katanya.

Senada dengan Yati, pemulung lainnya Poni merasakan nasib yang sama. Saat ditemui ayosemarang.com ketika berduduk santai sambil membaca buku yang didapat, Poni mengaku tak bisa masuk ke wilayah perkampungan lantaran aksesnya ditutup. Kondisi tersebut membuat dirinya tak bisa mengais barang bekas di area tersebut.

Poni pun mengaku jika kadang dirinya hanya mendapat beberapa botol minuman air mineral saja yang jika ditimbang kadang tidak ada satu kilogram. Diakuinya, botol plastik yang dikumpulkannya tersebut dihargai pengepul dengan harga Rp 1.000 per kilogramnya.

"Hanya bisa pasrah mas. Mau bagaimana lagi. Hanya mencari rongsok yang saya bisa lakukan. Dapat berapa pun pasrah aja," ujarnya.

Poni yang sebelumnya bekerja serabutan, mengaku memilih menjadi manusia karung mencari botol plastik dan barang bekas lainnya yang bisa dijual kembali menjadi uang, karena tak ada pekerjaan lagi.

Menurutnya di bulan Ramadan ini dia mengaku sedikit terbantu, karena banyak orang yang terkadang memberikannya sejumlah uang atau bantuan berupa makanan.

"Ya kadang pas cari botol ada orang yang ngasih makanan kalau ndak uang. Banyak kalau pas bulan puasa gini," katanya.

Load More