Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 02 Juli 2020 | 10:51 WIB
Ilustrasi telur asin yang sudah dimakan (Pixabay/congerdesign)

SuaraJawaTengah.id - Penyanyi Octavia Putri Kurnia Arda jual telur asin karena kesulitan hidup saat pandemi virus corona. Dia adalah penyanyi dari Solo, Jawa Tengah.

Wanita berusia 23 tahun itu terpaksa banting setir berjualan telur asin demi mencukupi kebutuhan hidup. Octavia Putri menganggur menjadi penyanyi selama 3 bulan sejak Kota Solo berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) pertengahan Maret lalu.

Berbagai upaya pun dilakukan agar bisa bertahan. Sumber pemasukannya hanya dari kerja panggung. Beberapa banting setir pekerjaan, sisanya andalkan tabungan sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.

Octavia Putri sampai kehabisan ide harus berjualan apa lantaran pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Panggilan menyanyi sudah berhenti sejak tiga bulan lalu. Sementara, kabar mengenai penerapan new normal juga belum ada kejelasan.

Baca Juga: Butuh 1 Juta Unit, Pemerintah Percepat Produksi PCR Kit Dalam Negeri

“Yang pasti sampai hari ini kita semua masih nganggur, belum ada panggilan menyanyi lagi,” terangnya saat berbincang dengan Solopos.com.

Beberapa pekan setelah penetapan KLB pada pertengahan Maret lalu ia langsung memutar otak untuk mendapatkan penghasilan pengganti. Octa pun banting setir dengan berjualan online.

Semua produk dia jual mulai dari pakaian, makanan, hingga starter kit Covid-19 seperti masker dan lainnya. Yang saat ini masih laris adalah telur asin. Pada Ramadan lalu bahkan sampai dipesan ribuan butir untuk kegiatan bakti sosial.

“Tapi yang beli kan ya itu itu saja. Saya sadar kalau mereka enggak mungkin terus beli telur asin misalnya. Jadi ya harus terus inovasi jualan apa lagi habis ini,” terangnya.

Octa biasanya bertindak sebagai reseller. Penyanyi asal Solo itu memasarkan barang dagangan dari distributor, kemudian diambilkan kalau ada yang memesan.

Baca Juga: Singapura Laporkan 215 Kasus Baru Covid-19, Malaysia Cuma Tambah 1

Namun, di beberapa jenis dagangan ia harus menyiapkan modal terlebih dahulu. Misalnya ketika berjualan daster, celana kolor, atau telur asin.

Kalau apes, jualannya tidak laku sehingga terpaksa dipakai sendiri. Ia juga kerap menerima pembatalan pembelian padahal barangnya sudah terlanjur dibelikan. Kendati merugi, ia tidak berkecil hati.

Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP UNS tingkat akhir ini mengaku tidak berani memarahi pelanggan karena kebanyakan teman seperjuangannya.

Kerja kerasnya berbuah manis juga. Meskipun tidak sebanyak pendapatan ketika menyanyi, ia bisa menutup kebutuhan uang makan dan transportasi.

Tetapi, hasil berjualan itu hanya sekitar 30 persen dari penghasilan ketika hari normal. Namun, penyanyi Solo itu bersyukur minimal masih punya cadangan untuk jatah makan.

Kisah lainnya, penyanyi sekaligus MC di Solo, Dimas Samodra merasakan hal yang sama. Nol pendapatan sempat membuatnya kebingungan.

Selama tiga bulan terakhir, ia bertahan dengan uang tabungan. Untuk menghilangkan kebosanan, ia juga masih tetap berkarya. Termasuk menulis dan rilis lagu baru dengan menggandeng penyanyi lain.

“Saya pikir selama pandemi harus punya karya. Kemarin sempat bingung uangnya digunakan untuk makan dulu atau rilis lagu, akhirnya saya putuskan rilis lagu juga perlu,” kata dia.

Dimas yang juga memiliki jasa Wedding Organizer (WO) telah melakukan berbagai upaya agar dilirik pelanggan. Misalnya banting harga jasa WO atau menawarkan paket hemat lainnya. Namun hasilnya nihil. Padahal biasanya dalam sepekan minimal ada satu orang mengontaknya untuk tanya-tanya.

Wacana kebijakan new normal jelas membuatnya seperti mendapatkan angin segar. Dimas berharap segera diterapkan agar ia dan rekan-rekannya bisa kembali bekerja.

“Kebijakan new normal juga baru wacana. Sampai hari ini belum ada informasi yang jelas terkait itu. Jadi kami semua ya masih belum ada yang dapat job atau tawaran kerja sampai hari ini,” terangnya.

Salah satu pengurus Paguyuban Band dan Musisi Solo, Rima Asmara, menambahkan selama pandemi ini mereka saling bergandeng tangan, mendukung satu sama lain. Misalnya ada gerakan membeli barang dagangan teman sendiri atau teman bantu teman. Serta mengoordinir pemberian bantuan bagi para seniman yang membutuhkan.

Beberapa banting setir ke jualan online, lainnya bahkan ada yang menjual alat musiknya agar bisa mengidupi diri dan keluarga.

“Misalnya ada yang memberikan bantuan begitu kami share di grup siapa yang sedang membutuhkan. Kita terus koordinasi. Kalau ada yang jualan ya kita dukung dengan ikut membelinya. Semoga segera berakhir ya. Saya juga saking lamanya enggak nyanyi sampai kemarin pas diajak diskusi live sampai lupa nyanyi,” kelakar Rima.

Load More