SuaraJawaTengah.id - Perilaku tertentu yang dilakukan seorang ibu hamil ternyata bisa menyebabkan ia melahirkan anak stunting.
Hal tersebut dipaparkan pakar dan ahli nutrisi, Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes dalam acara diskusi daring beberapa terkait stunting beberapa waktu lalu.
"Stunting adalah kondisi yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis secara akumulatif. Bukanlah kasus akut, melainkan keadaan yang terjadi sedikit demi sedikit, secara akumulatif," kata Rita.
Salah satu tanda stunting atau gagal tumbuh dan gagal kembang adalah anak terlahir pendek belum tentu stunting, tapi dapat menjadi salah satu indikator stunting.
"Stunting bukan melulu soal tinggi badan yang tidak tercapai. Lebih jauh lagi, kondisi ini akan menentukan kualitas-kualitas anak di kemudian hari," lanjut Rita.
Lalu, perilaku apa saja yang bisa membuat ibu berisiko melahirkan anak stunting? Berikut paparan Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes.
Pertama, ibu hamil tidak memahami stunting dan tidak meyakini bahwa stunting bisa terjadi ketika hamil.
Dengan begitu ibu dan orang sekitar ibu tidak melakukan pengaturan gizi. Pada akhirnya, ibu dan keluarga tidak melakukan upaya pencegahan stunting. Ia memaparkan, stunting berkembang selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Kondisi pada ibu hamil akan ikut memengaruhi kondisi ibu saat melahirkan nanti, yang akan memengaruhi kondisi bayi usia 0-6 bulan, 7-11 bulan, lalu 12-24 bulan. "Perjalanan inilah yang terjadinya stunting. Kita tidak boleh absen memerhatikan gizi dalam lima kelompok tadi," ujarnya.
Baca Juga: Hari Anak Nasional, 28 dari 100 Bocah di Indonesia Masih Alami Stunting
Kedua, adanya persepsi bahwa ketika hamil, ibu akan makan untuk dua orang yaitu ibu dan anak, tapi hanya menambah asupan karbohidrat bukan lauk dan sayuran.
"Sebagian lain menganggap bahwa makan saat hamil diperuntukkan bagi dua orang. Akibatnya, hanya porsi nasi yang ditambah, agar kenyang," tambah Rita.
Ketiga, kecenderungan ibu hamil menghindari makanan tertentu karena beberapa alasan seperti pantangan atau takut keguguran. Misalnya menghindari mengonsumsi nanas, pepaya, daging merah hingga kacang-kacangan.
"Belum lagi mitos untuk menghindari daging merah, makanan laut, dan kacang-kacangan, yang akhirnya membuat ibu hamil kekurangan protein,” paparnya.
Keempat, banyak ibu yang tidak mendapat akses atau sengaja tidak mengonsumsi obat penambah darah sesuai anjuran.
Kelima, anak tidak diberi kesempatan inisiasi menyusui dini atau IMD. Ada pula yang melakukan tapi caranya salah. Bayi hanya diletakkan di area puting susu ibu, dan dianggap selesai. "Padahal yang kita inginkan, bayi bergerak sendiri dari perut ibu untuk mencari puting susu ibu," terang Rita.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Identix Group Buka Gerbang Ekspor Produk Lokal Jateng, Kopi dan Rempah Bakal Tembus ke 42 Negara
-
Nasib Khairul Anwar di Ujung Tanduk, Rangkap Jabatan Ancam Kursi Panas Ketua PSSI Jateng?
-
Jawa Tengah Dinobatkan sebagai Provinsi Sangat Inovatif dalam IGA Award 2025
-
7 Rekomendasi Mobil Hybrid Terbaik, Bisa Dibeli Di Akhir Tahun 2025 Ini
-
Tangan Dingin Anne Avantie di Bisnis Kuliner, Gandeng BRI Lestarikan Jajanan Legendaris