Budi Arista Romadhoni
Rabu, 30 September 2020 | 17:00 WIB
Ilustrasi Nobar film G30S/PKI. (Antara/Ist)

"Sering saya melihat orang dibawa masuk lalu terdengar suara dipukuli. Pokoknya benar-benar biadab," kecamnya.

Setelah tragedi G30S, Gogor bersama keluarga lega setelah pasukan Komandan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) yang sekarang menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menyerbu markas PKI di Honggowongso, awal Oktober 1965.

"Kakek saya bersyukur dan plong pasukan RPKAD akhirnya datang dan memang salah satunya khusus menjaga rumah yang saya tempati. Para anggota RPKAD juga sempat minum teh dan istirahat di rumah eyang," kata Gogor

Dia menceritakan, saat itu operasi yang dilakukan RPKAD menumpas antek-antek komunis berlangsung sangat cepat.

"Setelah itu pagi harinya serangan balik ke markas DPC PKI itu. Seingat saya semua dimasukkan ke truk sampai habis, cepat sekali. Setelah itu semua sudah bersih," tuturnya.

Hanya saja, Gogor bersama keluarga besarnya sempat mendapatkan sebuah fakta tertulis yang membuat bulu kuduk berdiri. Hal itu tak lain karena keluarganya masuk dalam rencana eksekusi PKI Solo.

"Tebukti dokumennya PKI bahwa keluarga saya,  H Asngat dan H Sangidu (ayah dari pendiri Ormas Mega Bintang, Mudrick M Sangidu) masuk dalam daftar eksekusi mereka dan dibuatkan lubang untuk mengubur semua," ujar dia.

"Karena apa? Ketiganya tokoh agama saat itu. Seperti kakek saya yang mewakafkan masjid At Taqwa. Pemrakas KH Ghozali, dan pendanaan H Asngat yang kakak beradik dengan H Sangidu," tambah dia.

Gogor menyebut pengalaman pahit itu menjadi cerita yang tidak bisa dilupakan, dan bersyukur ia bersama keluarga masih dilindungi Allah SWT.

Baca Juga: Survei Terbaru: 37 Juta Warga Indonesia Percaya PKI Akan Bangkit

"Saya pribadi jangan sampai komunis itu tumbuh lagi di Indonesia. Itu sangat membahayakan, karena saya sangat mengalami sendiri," pungkas Heri.

Kontributor : RS Prabowo

Load More