Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 01 Oktober 2020 | 16:30 WIB
[Suara.com/Aldie Syaf Bhuana]

SuaraJawaTengah.id - Sebagai wilayah kabupaten yang memiliki garis laut memanjang di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan, Kabupaten Cilacap menjadi satu diantara daerah yang rawan diterjang tsunami. Apalagi berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Mengacu pada penelitian yang dilakukan Guru besar Seismologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro bersama rekan penelitinya melaporkan skenario terburuk terkait potensi tsunami sampai 20 meter di pantai Selatan Jawa.

Dari hasil pemodelan, kawasan selatan pantai Jawa Barat dan Jawa Timur terancam akan terkena dampak tsunami karena disebabkan beberapa hal, diantanya dipicu karena gempa bumi.

Namun dengan adanya potensi tersebut ternyata alat Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini bencana tsunami yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap ada yang rusak.

Baca Juga: Heboh Potensi Tsunami di Selatan Pulau Jawa, Ini Kata Peneliti Unsoed

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap, Tri Komara menjelaskan terdapat 24 alat EWS yang terpasang. Namun tidak semuanya berfungsi.

"Yang bunyi tinggal 15, dari 24 alat yang kita miliki. Sedangkan 9 rusak karena korosi dan faktor umur yang sudah tua," katanya saat dihubungi Suara.com, Kamis (1/10/2020).

Menurutnya, tingkat ke efektifan alat hanya bertahan sampai lima tahun. Namun alat yang dimiliki BPBD Kabupaten Cilacap berusia lebih dari delapan tahun.

"Pergantian sebenarnya maksimal lima tahun. Namanya juga alat elektronik apalagi itu di pinggir pantai. Selain itu terkait dengan anggaran juga," jelasnya.

Sebanyak 24 alat tersebut terpasang di sepuluh kecamatan. Diantaranya di sekitar Pantai Teluk Penyu, PLTU Cilacap, Widarapayung, dan Jetis.

Baca Juga: Menristek Bambang Minta Warga di Pulau Jawa Siaga Potensi Tsunami

"Yang rusak ada di Kebonsayur Musala Al-Dzikru, Musala Al Mubarokah Jalan Delima, Masjid Al Mubarokah Perum Tegal Asri, Musala Al Hidayah Kemiren, Masjid Al-Bariyah Rawajarit, Laut Winong Baitul Mutaqin PLTU Cilacap, Pantai Indah Widarapayung, Karangpakis Ar-Rohmat dan Pantai Jetis," terangnya.

Tri Komara menyadari akan bahanya potensi gempa dan tsunami yang bisa melanda wilayah perairan Cilacap. Sebenarnya memang kondisi tersebut mungkin terjadi sejak dahulu. Namun karena saat ini adanya era media sosial, masyarakat memiliki persepsi lain.

"Kita intinya selalu siap siaga. Itu kan istilahnya warning kepada masyarakat. Menyiapkan mitigasi masing-masing pada diri sendiri dan keluarga untuk keselamatan mereka. Minimal kita sosialisasi ke daerah yang rawan gempa bumi dan berpotensi tsunami. Kemudian pembentukan desa tangguh bencana di desa atau kelurahan yang berpotensi termasuk simulasi," ujarnya.

Sebenarnya tahun ini Kabupaten Cilacap mendapatkan anggaran tambahan untuk pengadan alat EWS sebesar Rp 600 juta. Namun karena adanya pandemi Covid-19 sehingga dialihkan tahun depan.

"Kita inginnya membelikan dua unit alat EWS yang bagus. Kalau yang milik BMKG itu harganya miliaran, memang bagus ada di kota satu, sama di daerah Pantai Jetis. Kalau yang mau kita beli harganya sekitar Rp 300 juta, mahal banget ya tidak, tapi mudah-mudahan tidak gampang keropos," ujarnya.

Lebih lanjut Tri menjelaskan, belum ada pabrik khusus yang membuat alat EWS. Selama ini yang beredar dan digunakan merupakan kanibal dari hasil buatan perorangan.

"Sirinenya beli sendiri, terus boks nya juga beli sendiri. Tidak ada yang ready. Pabrik EWS tsunami belum ada," tandasnya. 

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More