Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Sabtu, 03 Oktober 2020 | 14:18 WIB
Destinasi baru wisata Jembatan Polkadot di perbatasan Kabupaten Magelang-Boyolali. (Suara.com/ Angga Haksoro).

SuaraJawaTengah.id - Konsep daur ulang tidak hanya berhasil diaplikasikan untuk pengolahan sampah. Tapi digunakan untuk menambah nuansa baru pada fasilitas umum yang sudah ada juga bisa mengundang daya tarik wisata.

Upaya mendaur ulang fasilitas umum itulah yang dilakukan pengelola wisata Jembatan Polkadot di Desa Klakah, daerah perbatasan Kabupaten Boyolali-Magelang.

Unit wisata Badan Usaha Milik Desa Klakah menghias jembatan gantung yang menghubungkan desa mereka dengan Desa Windusabrang di wilayah Kabupaten Magelang menjadi spot wisata cantik.

Jembatan gantung dicat motif polkadot warna-warni yang kontras dengan latar lereng Merapi nan hijau. Di bawahnya mengalir Kali Juweh yang meliuk-liuk melintasi areal kebun milik warga.

Baca Juga: Syuting Film Hollywood Terhambat Oleh Pungli, Ganjar Pranowo: Telepon Saya!

"Kami harus kreatif mengelola aset yang ada di sekitar desa sehingga bernilai wisata dan ekonomi. Kebanyakan warga kami petani yang penghasilannya berkurang akibat pandemi Covid-19," kata Septriasno, Ketua BUMDes Klakah, kepada SuaraJawaTengah.id, Sabtu (3/10/2020).

Menurut lelaki paro baya yang biasa disapa Yosef ini, Covid-19 menyebabkan pasar penjualan produk pertanian jeblok. Kemudian muncul ide untuk mengelola tempat wisata untuk menggantikan sumber pendapatan warga.

Selain mengutip sewa lahan parkir untuk pemasukan desa, pengelola juga menyiapkan tempat berdagang untuk warga. Hanya separo tempat berdagang yang boleh dimiliki oleh warga luar desa, separonya harus ditempati oleh warga lokal.

"Warung-warung juga sebagian wajib menjual makanan yang dibuat warga sini. Warga luar desa hanya boleh menjual makanan cepat saji seperti mie instan dalam gelas atau minuman kemasan," ujar Septriasno.

Alasannya, nilai serapan keuntungan menjual makanan instan dan minuman kemasan sangat kecil bagi manfaatnya bagi masyarakat. “Kalau jual makanan tradisional kan nanti beli bahan-bahannya di tetangga. Jadi perputaran uang lebih cepat di desa. Semua bisa menikmati.”

Baca Juga: 2018, 4 Wisatawan Pertama Candi Borobudur Tunggangi Gajah

Jembatan Polkadot tadinya hanya jembatan gantung biasa yang mulai kusam dimakan karat. Dibutuhkan waktu 14 hari dan biaya Rp 25 juta untuk membersihkan karat dan mengecat jembatan sehingga kini layak pamer di Instagram.

Jembatan gantung ini dibangun tahun 2012, setelah jembatan yang lama hanyut terbawa banjir lahar letusan Merapi tahun 2010. Dua tahun warga mengusulkan jembatan pengganti yang akhirnya dibangun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali.

Sementara belum ada biaya tiket masuk lokasi wisata Jembatan Polkadot. Pengunjung hanya ditarik sewa parkir sebesar Rp 5 ribu untuk motor dan sepeda serta Rp 10 ribu untuk mobil.

Selain atraksi wisata swafoto di Jembatan Polkadot, pengelola juga menyediakan jasa foto berbiaya Rp 10 ribu untuk 5 frame. Di sekitar lokasi juga terdapat jasa tour ojek dan selfie menunggang kuda.

Selama penerapan new normal penanganan Covid-19, pengelola mewajibkan pengunjung melakukan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dan mengenakan masker.

“Kami menjalankan prosedur keamanan ketat dengan menempatkan penjaga di sepanjang 120 meter jembatan. Jumlah pengunjung di tengah jembatan juga dibatasi 10 orang dengan lama aktivitas maksimal 15 menit,” kata Sutar salah seorang penjaga.    

Sebagai informasi, Kabupaten Magelang telah membuka kembali beberapa destinasi wisata di era adaptasi kebiasaan baru. Terhitung sejak 1 Oktober 2020, sebanyak 53 destinasi wisata dibuka kembali dengan menerapkan protokol kesehatan.

Caption: Destinasi baru wisata Jembatan Polkadot di perbatasan Kabupaten Magelang-Boyolali. (Suara.com/ Angga Haksoro)

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More