Budi Arista Romadhoni
Senin, 19 Oktober 2020 | 09:47 WIB
Bagus Priyana, Ketua Velocipede Old Classic (VOC) dengan sepeda kayunya di Magelang. (Suara.com/Angga Haksoro)

“Rangka tempat meletakan sadel ini saya ambil dari plat per mobil GAZ buatan Uni Soviet tahun 1960an. Panjang per 106 centimeter, sedangkan tinggi sadel dari tanah sekitar 107 centimeter,” ujar Bagus.

Selain tanpa peredam kejut, sepeda ini aslinya tidak menggunakan mekanisme bearing pada sumbu roda dan headset setang. Teknologi bearing baru ditemukan tahun 1870an, sekitar 7 tahun setelah sepeda ini dibuat.

“Jadi bisa dikatakan ini 95 persen mirip dengan aslinya. Yang tidak mirip hanya saya menggunakan bearing di sumbu roda. Karena aslinya di tahun 1863 itu belum ada bearing atau gotri.”

Hasilnya, Bagus mengaku kesulitan mengendalikan sepeda ini. Sesuai julukannya “Boneshaker”, upaya membelokan sepeda ini setara dengan olah raga mengangkat beban 30 kilogram.

Sepeda klangenan Bagus Priyana ini diberi nama “Golden Dragon”. Nama dan gambar karakter sang naga dicetaknya di sadle berbahan kulit dengan tinta warna emas.

Bagus menduga, sepeda Velocipede hasil reproduksinya satu-satunya di Indonesia. Sekitar tahun 1880 ada arsip yang menyebutkan sepeda Velocipede pernah dikirim dari Prancis ke Hindia Belanda.

“Ada iklan, arsip, dan sebagainya. Tapi hingga hari ini secara fisik belum ditemukan. Jadi bisa jadi ini sepeda reproduksi satu-satunya di Indonesia,” kata Bagus.

Velocipede buatan Bagus sudah menjalani test dikendarai sejauh 13 kilometer dan akan digenapi menjadi 17 kilometer sesuai usia komunitas pecinta sepeda tua Magelang, Velocipede Old Classic.

Selama masa “pendekatan” itu, sang naga sukses membuat si empunya 2 kali jatuh dan 2 kali salto. “Sampai sekarang saya belum berani mengendarai di jalan turunan. Sistem remnya, plat besi bergesekan dengan roda besi. Belum teruji keamanannya.”

Baca Juga: Sepeda Anak Dicuri, Fotonya Malah Buat Warganet Iba pada si Maling

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More