SuaraJawaTengah.id - Padepokan Seni Tjipta Boedaja, mengadakan pertunjukan wayang orang 3 bulan non-stop. Seniman tradisional tetap produktif berkarya di masa pandemi.
Pemimpin Pedepokan Tjipta Boedaja, Sitras Anjilin mengatakan, pertunjukan wayang orang semula hanya akan digelar di panggung padepokan di Dusun Tutup Ngisor, Dukun, Magelang.
Namun belakangan untuk menghindari kebosanan para pemain, pertunjukan diadakan keliling bergiliran di desa dan dusun-dusun sekitar padepokan.
“Kami menawarkan ke desa lain kalau mau ketempatan pentas rutin selama 3 bulan itu. Kebetulan tetangga desa banyak yang mau dan sanggup menyediakan panggung,” kata Sitras saat ditemui di Padepokan Seni Tjipta Boedaja, Selasa (3/11/2020).
Baca Juga: Penambahan Kasus Covid di Kota Tomohon Terbanyak di Sulut
Selain wajib menerapkan prosedur kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan, pertunjukan wayang orang dilarang menggunakan pengeras suara agar tidak mengundang banyak penonton.
Pertunjukan rutin ini sekarang memasuki bulan kedua. Selain di Padepokan Tjipta Boedaja, pertunjukan sudah diadakan di Dusun Ngejiwan dan Ngentak yang berjarak masing-masing tak lebih dari 1 kilometer.
Jadwal pementasan selanjutnya di Dusun Ngargotontro, Desa Keningar, Desa Kalibening, dan Mangunsoko, yang jaraknya relatif dekat dari Padepokan Tjipta Boedaja.
Masing-masing mendapat jatah 1 minggu menggelar pertunjukan. Wayang orang hanya libur pada hari Senin dan Kamis, menyesuaikan kegiatan rutin di padepokan.
“Hari Jumat di sini rutin ritual gamelan. Kami sebetulnya mengajukan (pertunjukan) full. Pegawai lima hari kerja, bagaimana kami (juga) lima hari kerja,” kata Sitras.
Baca Juga: Positif COVID-19, Melaney Ricardo Akui Kesakitan dan Keluarkan Banyak Uang
Rangkaian pertunjukan wayang orang di-sponsori Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kemendikbud juga membantu pendanaan workshop kebudayaan Jawa dan produksi film biografi Romo Yoso Soedarmo, pendiri Padepokan Tjipta Boedaja.
Semua kegiatan diselenggarakan oleh Yayasan Ben Pinter, milik padepokan. Produksi film yang merunut jejak kegiatan seni Romo Yoso hingga ke Solo, selesai bulan lalu.
Romo Yoso Soedarmo adalah tokoh spiritual yang memiliki andil besar memajukan kegiatan seni dan sosial di Dusun Tutup Ngisor. Salah satu warisan budayanya adalah tradisi Suran yang digelar warga setiap tahun pada bulan Muharram (Suro).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kemudian menetapkan tradisi Suran di Dusun Tutup Ngisor sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Warisan Romo Yoso di bidang tari tradisi dan sastra Jawa kini dilanjutkan anaknya Sitras Anjilin dan sejumlah kerabat dekat.
Menurut Sitras dalam proposal program ke Kemendikbud, pementasan wayang orang seharusnya digelar di Desa Budaya Mendut. Kegiatan acara dipindah ke Padepokan Tjipta Boedaja karena pandemi Covid-19.
“Karena Covid-19 sangat riskan diadakan di sana. Workshop kita pindahkan ke desa. Harapannya yang mengikuti workshop orang desa saja dan untuk pertunjukan jika di desa lebih aman dan bisa dibatasi penontonnya.”
Yayasan Ben Pinter merencanakan menggelar 12 sesi workshop yang masing-masing diadakan selama 1 minggu. Jika ada pemateri atau peserta dari luar daerah, mereka wajib mengikuti rapid tes terlebih dahulu.
Workshop yang telah dilaksanakan antara lain, penyutradaraan wayang orang, kebebasan gerak dan tari akademisi, pembuatan topeng, membaca primbon, serta mengenal wayang gaya Kedu.
“Tujuannya karena Covid ini seniman-seniman banyak yang kesulitan. Di samping itu juga untuk menggembleng (seniman) padepokan belajar pentas. Bukan hanya belajar menari, dialog, tapi belajar merasakan pentas,” ujar Sitras.
Widyo Sumpeno, salah seorang peserta workshop penyutradaraan wayang orang mengaku mendapat banyak pengetahuan baru. “Hampir semuanya (tugas sutradara). Mulai milih lakon, naskah, bikin dialog,” kata Widyo.
Sutradara kata Widyo juga harus memilih koreografer, para pemain, serta menentukan setting tempat dan pergerakan para penari selama pertunjukan.
Widyo mendapat kesempatan menyutradarai wayang orang yang akan dipentaskan perdana di Dusun Ngargotontro. Dia memilih para pemain yang kebanyakan anak-anak muda.
“Saya cenderung memilih pemain-pemain muda. Kebanyakan usianya di bawah saya. Anak muda lebih mudah di-direct, sekalian regenerasi.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
Pisang dengan Selotip Karya Maurizio Cattelan Terjual Rp98 Miliar
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
Nostalgia Orde Baru? Prabowo-Gibran Dikritik Kompak Pamer Simbol Militerisme Lewat Akmil
-
Negara Kaya Wajib Bantu Negara Berkembang? Ini Tuntutan AHF di WHO Pandemic Agreement
-
Dari Teater Musikal hingga Workshop: Yuk, Eksplorasi Seni Visual di Jakarta Doodle Fest 2024 Akhir Pekan Ini!
Tag
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
Pilihan
-
5 HP Samsung Rp 1 Jutaan dengan Kamera 50 MP, Murah Meriah Terbaik November 2024!
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
-
Aliansi Mahasiswa Paser Desak Usut Percobaan Pembunuhan dan Stop Hauling Batu Bara
-
Bimtek Rp 162 Miliar, Akmal Malik Minta Pengawasan DPRD Terkait Anggaran di Bontang
-
Satu Orang Tarik Pinjaman Rp330 Miliar dengan 279 KTP di Pinjol KoinWorks
Terkini
-
Sengketa Lahan Cilacap: KPA Kritik Skema Pemerintah, Petani Terancam Kehilangan Lahan
-
Tragis! Rem Blong, Truk Tronton Hantam Ruko di Semarang, 2 Orang Tewas!
-
Rayakan Anniversay ke-2, Kurnia Seafood Semarang Berikan Diskon 30% untuk Pelanggan
-
Dorong Transisi Energi Alternatif, PT Semen Gresik Tekan Subtitusi Thermal Substitution Rate
-
Pertamina Patra Niaga JBT Berikan Apresiasi pada Operator SPBU Sultan Agung Semarang