Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 09 November 2020 | 12:50 WIB
Tangkap layar surat Stafsus milenial dicoret-coret warganet layaknya revisi skripsi

SuaraJawaTengah.id - Beredarnya foto Surat Perintah dari Staf Khusus Milenial Presiden RI kepada Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri se-Indonesia viral di media sosial.

Dalam surat tersebut terlihat banyak coretan pulpen mirip revisian skripsi. Lantaran foto tersebut diunggah oleh akun Twitter @trendingtopiq pada Sabtu (7/11/2020).

Mendengar informasi tersebut, Dema UIN Walisongo Semarang, Rubait Burhan Rudaya sekaligus perwakilan yang juga di undang ke istana tidak terlalu mempermasalahkan.

Ia juga sudah mengetahui klarifikasi langsung dari Staf Khusus Milenial Aminuddin Ma'ruf dari berbagai media.

Baca Juga: Rocky Gerung: Stafsus Milenial Cuma Patung Hidup Berkeliaran di Istana

"Jadi dikeluarkannya surat tersebut memang sudah sesuai aturan administrasi yang harus dilakukan ketika ada tamu di lingkungan istana," katanya saat dihubungi suarajawatengah.id

Rubait menambahkan surat itu bersifat internal dan surat tersebut perlu diberitahukan ke unit-unit kerja di lingkungan istana.

"Sebetulnya bukan tupoksi saya menjawab persoalan surat tersebut, kalau mau menanyakan detail surat itu bisa langsung ke pihak istana ataupun staff khusus milenialnya," ujarnya.

Dialog Terbuka

Dalam dialog dengan Staf Khusus Milenia Aminuddin, pihak Dema PTKIN menuntut dua point pembahasan yang kontroversi dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Baca Juga: Typo Tingkat Dewa, Surat Stafsus Jokowi Direvisi Warganet Layaknya Skripsi

Rubait menjelaskan UU tersebut masih cacat secara formil dan materil. Jauh dari asas keterbukaan dan asas partisipasi publik.

Yang pertama, Rubait menyoroti tentang administrasi pemerintahan pada pasal 10 paragraf dua mengenai kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6.

" Dimana hak otonomi daerah dicabut, sentralisasi perizinan langsung ke pusat. Tentu ini mengkhianati reformasi, dimana daerah tidak lagi diberikan hak untuk mengelola daerahnya sendiri," ujarnya.

Kemudian yang kedua, mengenai persoalan penyederhanaan perizinan tanah. Bahwa dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tidak tercantum UU Nomor 32 Tahun 2009 bagian kedua pasal 93 tentang hak masyarakat dalam mempertahankan lingkungan.

"Dengan begitu pemerintah bisa melakukan penggusuran semena-mena dan masyarakat tidak punya hak untuk mempertahankan lingkungannya," ucapnya.

Sebelumnya Dema PTKIN mengirimkan surat permohonan dialog ke Istana pada tanggal 28 Oktober bertepatan dengan hari sumpah pemuda.

Rubait juga menjelaskan pertemuan dialog dengan staf khusus milenial untuk menyampaikan aspirasi setelah melakukan kajian dan analisis oleh Dema PTKIN.

"Dalam menyuarakan aspirasi masyarakat tidak hanya melalui aksi-aksi di jalan saja," tandanya.

(FN)

Load More