Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 20 November 2020 | 11:40 WIB
Ilustrasi pernikahan dini. (Shutterstock)

Sedangkan Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rahesli Humsona, menilai tingginya angka perkawinan anak di Jateng merupakan pelanggaran hak-hak anak.

Meskipun terdapat budaya masyarakat yang menempatkan kawin usia anak sebagai sebuah keharusan, namun itu harus diubah dengan cara diberi pengertian.

“Perkawinan anak adalah pelanggaran. Hak pendidikan anak menjadi hilang. Anak perempuan yang kawin tidak boleh sekolah. Ini membuat kesempatan berkreativitas juga terhambat. Ini juga memasukkan anak pada lingkaran kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikis,” terang Rahesli.

Baca Juga: Update Cuaca Hari Ini: Jateng Bagian Barat Berpotensi Hujan Lebat

Load More