Scroll untuk membaca artikel
Siswanto | Stephanus Aranditio
Jum'at, 20 November 2020 | 15:12 WIB
Situasi sekolah tatap muka di SMA Pius Kota Tegal. (dokumentasi)

SuaraJawaTengah.id - Pemerintah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka mulai Januari 2021 didukung Komisi X DPR dengan catatan ada jaminan penerapan protokol kesehatan.

Belajar mengajar tatap muka di sekolah untuk sekarang dinilai sangat berisiko dan itu sebabnya Ikatan Dokter Anak Indonesia belum merekomendasikan serta ada sejumlah catatan penting yang perlu diketahui semua pihak. 

“Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol kesehatan ketat karena saat ini penularan wabah Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat (20/11/2020).

Huda mengatakan pembukaan belajar tatap muka sangat berisiko terjadi penyebaran virus, namun selama sembilan bulan pembelajaran jarak jauh nyatanya tidak berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung, seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata, terutama di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Baca Juga: Satgas Sebut Pembelajaran Tatap Muka Tergantung Perkembangan Kasus Covid-19

“Kondisi ini sesuai dengan laporan terbaru World Bank terkait dunia pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia,” kata dia.

Dikatakan, ancaman tersebut akan membuat peserta didik kehilangan kompetensi di usia mereka, sesuai dengan laporan UNICEF tentang damak pandemi bagi anak Indonesia yang berpotensi kehilangan pelajaran, bahkan ada yang putus sekolah beralih menjadi pekerja membantu orang tua yang kesulitan ekonomi di masa pandemi.

"Kami menerima laporan bahwa jumlah pekerja anak selama pandemic ini juga meningkat, karena mereka terpaksa harus membantu orang tua yang kesulitan ekonomi,” katanya.

Komisi X mewanti-wanti pemerintah harus benar-benar memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi, jika tidak disarankan jangan diterapkan dulu.

“Waktu belajar juga harus fleksibel, misalnya siswa cukup datang sekolah 2-3 seminggu dengan lama belajar 3-4 jam saja,” kata Huda.

Baca Juga: Pandemi Belum Reda, Dokter Anak Tak Rekomendasikan Sekolah Tatap Muka

Dimulai tatap muka walau masih pandemi

Pemerintah memutuskan membuka kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka per Januari 2021, meski pandemi ovid-19 belum mereda. Guru dan murid dinilai sudah siap menerapkan protokol kesehatan.

Keputusan diambil empat menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Fachrul Razi, dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, serta didukung Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

IDAI punya catatan

Ikatan Dokter Anak Indonesia belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka atau pembelajaran langsung bagi siswa sekolah selama masa pandemi COvid-19.

"Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning," kata  Endah Setyarini dari Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur dalam laporan Antara.

Ia menyatakan rekomendasi yang disampaikannya itu sudah sesuai pesan Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan, dimana sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.

Endah menambahkan selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.

Pertama, melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.

"Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya," ujar Endah.

Selain itu, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko.

Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.

Mengenai vaksin virus Covid-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.

WHO sendiri menyatakan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 100 perusahaan vaksin di berbagai negara yang sedang dalam proses uji klinis dan hingga saat ini belum final.

Pernyataan senada disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia Jawa Timur Atik Choirul Hidajah yang menyebut jumlah kasus Covid-19 pada anak di Indonesia hingga saat ini mencapai 9,7 persen dari total penderita Covid-19, atau berjumlah 24.966 anak.

Secara rinci, jumlah tersebut terbagi menjadi 2,4 persen anak usia 0-5 tahun dan 7,3 persen anak usia 6-18 tahun.

Menurutnya, untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah.

"Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru," ujarnya.

Meskipun demikian, ia meminta orangtua mewaspadai imbas akibat pembelajaran jarak jauh atau PJJ, bagi kesehatan anak.

Di antara dampak buruk PJJ adalah computer vision syndrome seperti gangguan mata, otot dan penglihatan akibat terlalu lama menatap layar gawai.

Load More