SuaraJawaTengah.id - Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah menetapkan penggunaan hasil rapid antigen sebagai pengganti rapid test untuk warga yang akan bepergian ke sejumlah.
Namun ada sejumlah pihak yang memanfaatkan kebijakan tersebut, salah satunya seperti terjadi di Salatiga, ada sebuah klinik yang mematok rapid antigen Rp 1,7 juta atau jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditentukan pemerintah, yakni Rp 250 ribu.
Informasi tersebut diterima Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Salatiga berdasarkan laporan masyarakat.
Ketua Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Salatiga Yuliyanto, mengatakan berdasarkan SE Dirjen Pelayanan Kesehatan No. HK.02.02/1/4611/2020, batasan tertinggi harga rapid test antigen adalah Rp 250.000 untuk wilayah Pulau Jawa.
“Tadi saya terima laporan ada yang mau rapid antigen diberitahu harganya Rp 1,7 juta untuk hasil yang bisa keluar 24 jam. Kalau hasilnya tiga hari Rp 1,4 juta, ada juga yang Rp 500 ribu,” katanya yang juga menjabat Wali Kota Salatiga seperti dilansir Solopos.com-jaringan Suara.com pada Sabtu (2/1/2021).
Dia menegaskan, jika harga rapid test antigen tersebut menyalahi aturan. Lantaran itu, ia menginstruksikan Dinas Kesehatan untuk mengecek laporan itu.
“Jika memang ada pelanggaran, tentu kami akan berikan sanksi. Bahkan karena kondisi pandemi ini, bisa jadi klinik yang terbukti melakukan pelanggaran itu akan kami evaluasi (izinnya),” ujarnya.
Lebih jauh dia mengemukakan, pada saat pandemi Covid-19 seharusnya yang perlu diutamakan semangat gotong royong dan kebersamaan.
“Kalau mencari keuntungan yang wajar, laboratorium atau klinik swasta jangan membebani masyarakat karena saat ini kondisinya memang lagi prihatin. Jangan aji mumpung,” papar dia.
Baca Juga: Harga dan Daftar Lokasi Rapid Test Antigen di Bali
Tak hanya itu, dia menambahkan, sampai saat ini baru ada satu laporan mengenai klinik yang tidak menaati aturan mengenai batas harga tertinggi layanan rapid test antigen tersebut. Selanjutnya, pihak Pemkot Salatiga akan memeriksa seluruh klinik di kota tersebut terkait kasus tersebut.
“Kita bekerja harus sesuai aturan dan standar pemerintah. Jangan membuat aturan yang melanggar dan bisa merugikan semua pihak,” tuturnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
Terkini
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha
-
7 City Car Bekas Rp50 Jutaan yang Cocok untuk Keluarga Baru di 2025