SuaraJawaTengah.id - Pemerintah Kota Solo bersama kepolisian, dan TNI tengah gencar melakukan razia prostitusi online maupun offline. Hal itu dilakukan untuk membuat efek jera kapada masyarakat maupun penyedia jasa prostitusi.
Namun demikian, gencarnya razia prostitusi di Kota Solo diragukan bisa menghentikan bisnis esek-esek tersebut.
Sebab berdasarkan kajian sejarah, praktik prostitusi atau pelacuran selalu membersamai perubahan peradaban manusia. Bahkan praktik prostitusi terbukti mampu menyesuaikan dengan derap laju perubahan zaman dari abad ke abad.
Hal itu disampaikan sejarawan Solo, Hery Priyatmoko, yang dilansir dari Solopos.com, Kamis (18/3/2021).
“Usia prostitusi [seks bebas] sudah setua peradaban manusia,” kata Hery.
Selama ini, menurut Hery, prostitusi bisa terjadi karena adanya dua pihak yang saling membutuhkan, yaitu konsumen dan penyedia jasa.
“Jadinya ya sukar dihilangkan. Adanya konsumen dan penyedia yang saling membutuhkan,” urainya.
Karena itu, razia prostitusi yang dilakukan aparat di Kota Solo hampir pasti tidak akan berhasil menghilangkan praktik tersebut. Selain itu, praktik prostitusi dari waktu ke waktu selalu bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Seperti era teknologi informasi sekarang ini, praktik prostitusi beradaptasi dengan mengikuti perkembangan teknologi. Para pelaku prostitusi sudah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menawarkan jasa seks komersial.
Baca Juga: Hotelnya Diduga Jadi Tempat Prostitusi, Cynthiara Alona Jadi Tersangka
Melalui komunikasi dan transaksi secara digital, konsumen dan penyedia jasa lantas bertemu di tempat yang disepakati.
Kebutuhan Ekonomi
Pendapat tidak jauh berbeda disampaikan Sosiolog UNS Solo, Drajat Trikartono. Drajat menekankan pentingnya pendekatan Pemerintah Kota Solo dalam mengatasi sumber masalah prostitusi ketimbang hanya melakukan razia.
Drajat menilai masalah ketimpangan ekonomi menjadi salah satu penyebab berbagai penyakit masyarakat. Bila pemerintah ingin menyelesaikan masalah penyakit masyarakat menurutnya tak bisa meninggalkan masalah perekonomian.
“Menurut saya kalau menangani masalah pekat yang mendasar itu isu ekonomi dan ketimpangan kesempatan kerja. Harus ada upaya memberikan jaminan sosial kepada masyarakat yang selama ini menghadapi masalah sosial,” katanya.
Artinya Drajat melanjutkan pendekatan birokratif sangat diperlukan untuk mengurai permasalahan yang ada. Pada sisi lain sebuah program pemerintah bisa tepat sasaran dan efektif bila didukung dengan kelengkapan data.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak
-
Turunkan Bantuan ke Sumatera, BRI Juga akan Perbaiki dan Renovasi Sekolah
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan