SuaraJawaTengah.id - Polemik yang ditimbulkan akibat Vaksin Nusantara terus bergulir. Kali ini, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mendesak pemerintah menghentikan pengembangan vaksin yang digagas Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Bahkan menurutnya, Vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah penelitian yang baik (Good Clinical Practice/GCP), serta tidak transparan.
Dicky menilai, Vaksin Nusantara seolah merupakan vaksin yang dibuat oleh dalam negeri, padahal kenyataannya tidak.
"Ada tendensi yang tidak pas dari penamaan Vaksin Nusantara ini, seolah mengesankan ini produk dalam negeri padahal faktanya tidak, dalam dunia ilmiah ini sudah tidak etis," kata Dicky saat dihubungi pada Rabu (14/4/2021).
Lebih lanjut, dia mengemukakan dalam sudut pandang disiplin ilmu kesehatan masyarakat, Vaksin Nusantara tidak efisien. Sebab, harganya mahal serta membutuhkan waktu yang lama dalam proses sel dendritik, mulai dari pengambilan sampel darah, pengelolaan di laboratorium, hingga disuntikkan kembali ke tubuh.
Baca Juga: Jadi Relawan Vaksin Nusantara, Adian PDIP: Ini Bukan atas Nama Fraksi
"Dendritik sel vaksin ini tempat vaksinasinya juga harus di rumah sakit, tidak bisa di puskesmas, tidak bisa di posyandu, terus mahal ini, rata-rata Rp 200 jutaan ini kalau saya lihat di Jepang misalnya untuk yang kanker, mahal sekali," ungkapnya.
Tak hanya itu, dia mengemukakan, jika pengembangan Vaksin Nusantara di Indonesia sarat kepentingan politik sebab didukung oleh beberapa politikus.
"Ujinya di Indonesia ini lebih di dorong ke arah politik, karena memang karakter dari pembawa atau ide dari vaksin ini pun sama," tutur Dicky.
Lantaran itu, Dicky mengatakan semua evaluasi dan rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah tepat, Vaksin Nusantara harus dihentikan dan kembali ke fase pra-klinik.
"Saya imbau pemerintah tidak boleh membiarkan hal seperti ini walaupun yang memimpinnya ini mantan pejabat publik, kalau salah secara metode ilmiah yang harus diluruskan, karena ini menyangkut fasilitas pemerintah publik itu dibayar pajak, kalau tidak ada manfaat untuk kesehatan masyarakat ya nggak boleh," katanya.
Baca Juga: Kepala Eijkman: Vaksin Berbasis Sel Dendritik Tidak Bisa Digunakan Massal
"Ini salah kaprah dan apa yang disampaikan BPOM sudah tepat, ini berbahaya ketika ada satu riset yang tidak merujuk dan tidak berpedoman pada kaidah ilmiah," sambungnya.
Berita Terkait
-
BPOM Indonesia: Peran, Tugas, dan Kontribusinya dalam Menjaga Kesehatan Masyarakat
-
Waspada Hoaks! BPOM Tegaskan Pabrik Kosmetik Ratansha Tidak Ditutup
-
Waspada, BPOM Temukan Ribuan Camilan Ilegal di Jakarta, Kebanyakan Dikirim dari China
-
BPOM Gandeng BRI Bimbing Inovasi UMKM Pangan Olahan
-
BPOM Tarik Izin Edar Suplemen WT Imbas Overclaim, Dokter Richard Lee Kena Sentil
Tag
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Sudah Dibuka? Simak Syarat dan Kualifikasinya
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
Pilihan
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
Terkini
-
Mudik Tak Lagi Jadi Beban: Balik Rantau Gratis Angkat Martabat Pekerja Informal Jateng
-
Hampers Berkah UMKM Rumah BUMN Semen Gresik Catatkan Penjualan 1587 Paket, Omset Ratusan Juta Rupiah
-
Didukung BNI Xpora, Produsen Permen Jahe Indo Tropikal Sukses Tembus Pasar Ekspor
-
Hubungan Gelap Berujung Maut: Oknum Polisi Jateng Dipecat Usai Aniaya Bayi hingga Tewas
-
PSIS Semarang Siap Hadapi Persik, Targetkan Kemenangan untuk Jauhi Zona Degradasi