Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 13 Mei 2021 | 07:20 WIB
Warga menata kulit ketupat di Blok Kupat Caringin, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

SuaraJawaTengah.id - Ketupat, opor ayam hingga rendang adalah salah satu menu makanan wajib yang selalu dihidangkan pada Hari Raya  Idul Fitri tiba. Khususnya di Jawa, ketupat memiliki historis panjang yang belum banyak diketahui oleh orang banyak.

Menjelang lebaran, biasanya masyarakat akan disibukkan dengan membuat ketupat dan macam-macam kue lainnya guna menyambut hari kemenangan umat Islam.

Di tepi-tepi jalan maupun di pasar banyak penjual dadakan yang menawarkan kulit ketupat dengan harga yang bervariasi.

Meski proses pembuatan ketupat ini terbilang sulit, makanan yang berbahan pokok beras yang dibalut janur kelapa berbentuk kubus ini telah menjadi tradisi di masyarakat. Dalam proses pembuatan ketupat bisa memakan waktu berjam-jam lamanya.

Baca Juga: Salat Idul Fitri Jamaah An Nadzir di Kabupaten Gowa

Hidangan ketupat di Hari Raya Idul Fitri (Shutterstock)

Mulanya rendam beras selama 30 menit, kemudian cuci dan tiriskan airnya. Lalu masukan beras yang sudah siap ke dalam janur beserta bumbu pelengkapnya. Baru deh setelah itu tinggal digodog ke dalam air.

Perlu diketahui selain di Indonesia, ketupat juga bisa dijumpai di negara-negara Asean lainnya seperti Malaysia, Brunei, Singapura dan Filipina.

Dilansir dari akun instagram @disdikjabar, ketupat memiliki fakta unik tentang sejarah panjangnya dan filosofi yang jarang orang ketahui, diantaranya sebagai berikut:

Sejarah Ketupat

Warga membuat kulit ketupat dari daun kelapa di Blok Kupat Caringin, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

1. Berawal dari Sunan Kalijaga

Baca Juga: Jangan Panik ! Hal Ini Boleh Dilakukan Jika Terlambat Salat Idul Fitri

Sunan Kalijaga adalah orang pertama yang memperkenalkan ketupat kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga juga membudayakan dua tradisi "bakda" saat memperkenalkan ketupat, yakni "Bakda Lebaran" dan "Bakda Ketupat".

Bakda lebaran dilakukan saat idulfitri, sedangkan bakda ketupat dilakukan seminggu pasca lebaran. Nah saat bakda ketupat, banyak rumah di Jawa menganyam ketupat memakai daun kelapa muda.

Selesai dimasak, biasanya ketupat diantar ke kerabat yang lebih tua. Lambat laun, ketupat menjadi simbol kebersamaan umat Islam.

2. Simbol Permintaan Maaf

Saat sudah dicampur dengan lauk bersantan, ketupat menjadi simbol permintaan maaf. Namanya pun berganti menjadi "Kupa Santen". Dalam budaya Jawa, kupa santen berarti "kulo lepat, nyuwun ngapunten (saya salah, mohon maaf)".

3. Memiliki Banyak Nama

Ketupat memiliki beragam nama berbeda. Orang Jawa dan Sunda biasa menyebut dengan "kupat", sedangkan di Bali lebih akrab disebut "tipat". Lalu masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan nama "katupek" dan Madura menyebutnya "ketoprak".

Filosofi Ketupat

Sejumlah pedagang bungkus ketupat sudah memadati di area sekitar Pasar Colombo, Jalan Kaliurang KM 7, Kentungan, Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Rabu (12/5/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Pertama, mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitya bungkusan ketupat.

Kedua, kesucian hati. Setelah ketupat dibuka maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

Ketiga, mencerminkan kesempurnaan. Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya merayakan idulfitri.

Kontributor: Fitroh Nurikhsan

Load More