SuaraJawaTengah.id - Pandemi COVID-19 sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun. Kapan berakhirnya ini juga tak dapat diprediksi. Sebab, virus diketahui terus berkembang dengan varian-varian baru.
Penyebaran virus SARS-CoV-2 telah melahirkan nama-nama varian dari alfabet Yunani. Sistem penamaan itu digunakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melacak mutasi baru virus penyebab COVID-19.
Beberapa varian COVID-19 ini memiliki sifat yang lebih unggul dalam menulari manusia atau menembus perlindungan vaksin.
Para ilmuwan masih terfokus pada Delta, varian dominan yang sedang menyebar cepat di seluruh dunia.
Namun, mereka juga meneliti kemungkinan varian-varian lain dapat menggantikan posisi Delta di kemudian hari.
Delta yang pertama kali terdeteksi di India masih menjadi varian yang paling mengkhawatirkan.
Varian ini menyerang populasi yang tidak divaksin di banyak negara dan terbukti mampu menginfeksi sebagian orang yang telah menerima vaksin ketimbang varian pendahulunya.
WHO memasukkan Delta dalam daftar variant of concern (VOC) karena telah menunjukkan kemampuan menular dengan cepat, menyebabkan penyakit yang lebih parah atau mengurangi efektivitas vaksin dan pengobatan COVID-19.
Baca Juga: Banting Stir, Dari Manager Bank Kini Jadi Pengusaha Dimsum Beromset Ratusan Juta
Menurut Shane Crotty, pakar virus di Institut Imunologi La Jolla di San Diego, AS, "kemampuan super" Delta adalah transmisinya.
Peneliti China menemukan orang-orang yang terinfeksi Delta membawa virus 1.260 kali lebih banyak di hidung mereka daripada varian asli virus corona.
Beberapa penelitian di AS menunjukkan "muatan virus" pada orang-orang yang sudah divaksin lalu terinfeksi oleh Delta setara dengan mereka yang tidak divaksin. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat hal itu.
Sementara varian asli perlu waktu hingga tujuh hari untuk menimbulkan gejala, varian Delta mampu dua-tiga hari lebih cepat, memberi waktu lebih sedikit bagi sistem kekebalan tubuh untuk merespons dan membuat pertahanan.
Delta tampaknya juga terus bermutasi dengan kemunculan varian "Delta Plus", sub garis keturunan dengan mutasi tambahan yang telah menunjukkan kemampuan untuk menghindari proteksi kekebalan.
India memasukkan Delta Plus sebagai VOC pada Juni, namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan WHO belum melakukan hal yang sama.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Gubernur Ahmad Luthfi Ajak Para Perantau Bangun Kampung Halaman
-
Geser Oleh-Oleh Jadul? Lapis Kukus Kekinian Ini Jadi Primadona Baru dari Semarang
-
10 Nasi Padang Paling Mantap di Semarang untuk Kulineran Akhir Pekan
-
BRI Peduli Salurkan 5.000 Paket Sembako bagi Masyarakat dalam Program BRI Menanam Grow & Green
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan