Sebelum pandemi, di bulan Syawal, Dzulhijjah, dan Dzulqoidah biasanya jasa penyewaan sound sistem kebanjiran job. Menurut Aziz hampir tiap hari, perangkat sound sistem miliknya disewa untuk hajatan.
Aziz tidak menyebut jumlah pasti potensi kerugian yang dideritanya selama pandemi. Dia menyebut ongkos sewa paling murah sebesar Rp 600 ribu-Rp 700 ribu untuk seperangkat sound berkekuatan 2.500 watt.
Jika dipukul rata selama bulan Dzulhijjah Aziz (seharusnya) menerima 23 kali tanggapan, diperkirakan potensi kerugian paling sedikit Rp 16 juta. “Kalau dihitung sejak pandemi (Maret 2020), potensi kerugiannya bisa ratusan juta rupiah,” ujarnya.
Di tengah tidak adanya job, kebutuhan hidup tetap harus dipenuhi. Aziz sendiri bertanggung jawab atas 2 orang kru yang masing-masing punya keluarga yang harus tetap dinafkahi.
“Alat mulai dikurangi sebagian untuk membantu mencukupi kebutuhan. Jual sebagian box dan speaker. Ada juga yang jual mixer, power, microphone. Harus sampai jual itu semua untuk menutup kebutuhan sehari-hari.”
Padahal hasil menjual peralatan juga tidak seberapa. Pemilik sound menjual alat karena butuh uang cepat sehingga harga yang ditawarkan jauh di bawah harga normal.
Meski sudah banting harga, tidak banyak orang yang berminat membeli peralatan sound sistem. “Mereka yang beli kan sama-sama kena dampak pandemi. Jadi mereka nggak beli kayak harga normal.”
Bantuan stimulus usaha yang diberikan pemerintah tidak mampu menyentuh seluruh pelaku usaha. Banyak dari mereka tidak lolos verifikasi karena dianggap berekonomi mampu.
Padahal tidak semua pemilik sound sistem berekonomi mampu atau memiliki pekerjaan lain. Kebanyakan dari mereka menggantungkan hidup hanya dari penyewaan perangkat sound.
Baca Juga: BIN Sulsel Siapkan 2.400 Vaksin COVID-19 untuk Pelajar dan Masyarakat Gowa
Di Kabupaten Magelang ada ribuan pemilik usaha penyewaan sound sistem dan pekerja seni yang tergabung di berbagai paguyuban atau komunitas. Aziz sendiri bergabung di komunitas Pemilik Audio Sound Sistem Magelang (PASSMA) yang beranggotakan 610 orang.
“Anggota kami se-Kabupaten Magelang tapi itu di luar komunitas yang lain ya. Kalau ditotal jumlahnya bisa ribuan orang. Masih ada Komunitas Sound Gunung, Prima dan banyak lagi,” kata Aziz.
Dia berharap pandemi segera berlalu atau pemerintah mengizinkan acara panggung atau hajatan bisa digelar dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
“Kami tetap menunggu, ikut aturan yang ada. Kami belum berani mengadakan event. Mereka yang mempunyai hajat juga nggak berani. Jadinya jasa kami kan juga nggak laku. Mau tidak mau harus ikut aturan.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
130 Tahun BRI, Konsisten Tumbuh Bersama Rakyat dan Perkuat Ekonomi Inklusif
-
10 Tempat Wisata di Brebes yang Cocok untuk Liburan Sekolah Akhir Tahun 2025
-
Borobudur Mawayang: Sujiwo Tejo dan Sindhunata Hidupkan Kisah Ambigu Sang Rahvana
-
5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
-
BRI Peduli Guyur Rp800 Juta, Wajah 4 Desa di Pemalang Kini Makin Ciamik