SuaraJawaTengah.id - Bencana Gunung Semeru merenggut puluhan korban jiwa dan belasan lainnya masih hilang.
Hingga Kamis (9/12/2021) jumlah korban meninggal tercatat 43 orang. Ribuan orang lainnya masih mengungsi di sejumlah tempat yang aman.
Meski demikian, pakar vulkanologi, Surono, memastikan bencana yang menewaskan puluhan warga bukan karena erupsi atau letusan Gunung Semeru.
Dia menjelaskan, lahar panas yang menerjang kawasan Kecamatan Candipuro dan Pronojiwo adalah guguran kubah lava.
Menurut Surono, erupsi yang di Semeru terjadi terus menerus dalam skala kecil dan membentuk kubah lava di sekitar puncak gunung.
“Bencana yang terjadi di Semeru itu bukan erupsi. Karakter erupsi Semeru berupa material pijar dan debu hanya terjadi di sekitar kawah untuk membentuk tubuh gunung sehingga tinggi dan besar. Materialnya tidak ke mana-mana, hanya di sekitar puncak,” katanya diwartakan Solopos.com--jaringan Suara.com, Jumat (10/12/2021).
Di saat yang sama, lanjut Surono, Gunung Semeru mengeluarkan lava terus menerus yang membentuk kubah lava yang semakin besar dan tidak stabil.
Karena kondisi kubah lava yang sangat besar itu ditambah hujan yang turun terus menerus akhirnya terjadi longsor yang membawa lava panas.
“Di manapun longsor itu pemicunya adalah curah hujan, maka kubah itu longsor. Kubah itu kumpulan lava yang sudah membeku tapi di dalamnya masih ada yang cair dan gasnya kaya, maka begitu dia longsor maka meluncurlah ke bawah membentuk guguran awan panas guguran dan itu yang paling bahaya,” ujarnya.
Baca Juga: Jembatan Terputus, Penanganan Sampah Lokasi Pengungsian Pronojiwo Dibantu Pemkab Malang
Ia menyebutkan, dengan karakter gunung yang seperti itu sebenarnya arah guguran lava panas bisa diprediksi sejak awal.
Lereng gunung sisi selatan yang masuk wilayah Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro adalah wilayah yang pasti terkena dampak awan panas Semeru.
“Ke mana saja (arah luncuran awan panas)? Ya ke arah Pronojiwo. Inilah peta yang dibiayai APBN. Dari dulu ya kawasan itu rawan bencana, jadi bukan karena kena bencana kemudian direlokasi,” ujarnya.
Sejak menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dirinya sudah mengusulkan agar dua kawasan itu dikosongkan dari hunian karen masuk zona merah bencana.
“Sejak dulu itu wilayah rawan bencana karena karakter gunung itu. Saya sudah berharap (tidak ada hunian) dari dulu. Nanti setelah ini apakah akan kena lagi? Sudah pasti kena lagi, hanya waktunya saja,” tegas pria yang kerap disapa Mbah Rono itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC