SuaraJawaTengah.id - Masalah stunting atau kekerdilan masih terjadi di Indonesia. Bukan tanpa sebab, kekurangan asupan gizi menjadi faktor utama.
Pemerintah menargetkan penurunan angka stunting hingga 3 persen untuk generasi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy di Solo, Selasa, mengatakan daerah kumuh menjadi pusat konsentrasi lahirnya anak-anak yang mengalami kekerdilan.
"Ketika Pak Wali (Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka) mengambil langkah penanganan kumuh di Surakarta, ada puluhan target prioritas pembangunan di Indonesia yang bisa tercapai," kata Muhadjir dikutip dari ANTARA Selasa (25/1/2022).
Ia mengatakan kasus kekerdilan sendiri menjadi permasalahan mendasar di sebuah negara.
"Masa depan Indonesia ditentukan sehat atau tidaknya generasi yang masih ada di dalam kandungan dan usia di bawah dua tahun. Kelompok ini jadi penentu bagaimana pembangunan SDM akan dilakukan," katanya.
Menurut dia, jika gagal mengamankan 1.000 hari awal kehidupan maka intervensi apapun pada tahap berikutnya tidak akan membuahkan hasil maksimum.
"Karena kekerdilan adalah masalah pertumbuhan otak, walaupun yang diukur panjang dan berat badan bayi tetapi yang penting adalah pertumbuhan otaknya. Itulah problem yang masih dihadapi Indonesia," katanya.
Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 27,6 persen bayi di Indonesia dalam keadaan kerdil. Artinya satu dari tiga bayi dipastikan dalam keadaan kerdil.
Baca Juga: Cegah Anak Stunting Sejak Masih Dalam Kandungan, Ibu Hamil Harus Banyak Konsumsi Makanan Ini
"Alhamdulillah setelah dua tahun ini kita bisa menurunkan jadi 24,4 persen. Selama dua tahun saya hitung kira-kira dalam satu tahun bisa turun 1,7 persen. Ketika Bapak Presiden menanyakan ke saya kalau tahun ini turun 3 persen bisa tidak, saya jawab asal COVID-19 bisa dikendalikan, Insyaa Allah bisa," katanya.
Ia mengatakan tidak tercapainya target penurunan kasus kekerdilan pada dua tahun ini karena terhambat oleh pandemi COVID-19.
"Anggaran difokus ulang (untuk penanganan pandemi) dan pelayanan di lapangan seperti Posyandu tidak mungkin dilakukan. Kunjungan petugas dari rumah ke rumah juga tidak dilakukan karena takut kena COVID-19," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
Terkini
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha
-
7 City Car Bekas Rp50 Jutaan yang Cocok untuk Keluarga Baru di 2025