Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 28 April 2022 | 08:00 WIB
Potret Praktisi Teknologi dan Informasi sekaligus Tokoh Nadhlatul Ulama, Ainun Najib. (Instagram)

SuaraJawaTengah.id - Polarisasi politik Kadrun dan Cebong usai Pemilihan Pesiden (Pilpres) pada tahun 2019 masih diwariskan hingga kini. 

Seperti diketahui kadrun berasal dari singkatan kadal gurun yang berarti sebuah julukan yang ditujukan kepada orang-orang yang dianggap berpikiran sempit atau sekelompok orang yang kontra dengan pemerintahan. 

Sedangkan sebutan cebong sendiri merupakan julukan untuk para pendukung fanatik Presiden Jokowi atau pro pemerintahan. 

Sampai detik ini Kadrun dan Cebong kerap saling serang di sosial media. Bahkan ketika Presiden Jokowi dan Anies Baswedan bertemu untuk meninjau Sirkuit Formula E. Kadrun dan Cebong saling mengejek dan menjatuhkan. 

Baca Juga: Jokowi Rubah Aturan Lagi Soal Ekspor Minyak Goreng, CPO Juga Dilarang

Hal tersebut wajar karena Presiden Jokowi dan Anies Baswedan berasal dari kubu atau partai yang bersebrangan. 

Melihat fenomena polarisasi Kadrun dan Cebong yang belum berakhir itu rupanya diresahkan oleh salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Ainun Najib

Melalui akun twitternya, pria yang kini tinggal di Singapura dan bekerja di bidang teknologi tersebut berharap polarisasi Kadun dan Cebong berakhir. 

"Semoga polarisasi (Kadrun-Cebong) segera hilang dari Indonesia. Bukan budaya kita sejak dahulu kala," papar Ainun Najib. 

Ainun Najib mengingatkan kepada siapa pun soal hukum para pengadu domba dalam Islam tidak akan masuk surga. 

Baca Juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Bahan Bakunya Dimulai Besok, Jokowi: Berlaku di Seluruh Wilayah Indonesia

"Para pengadu domba, takkan masuk surga, demikian kira-kira, Nabi kita bersabda," tegas orang kesayangan Presiden Jokowi ini. 

Tangkapan layar Cuitan Ainun Najib [twitter]

Sontak saja cuitan Ainun Najib ini langsung dibanjiri komentar warganet. Sebagian besar dari mereka ramai memberikan tanggapan beragam. 

"Sejarahnya, polarisasi sudah ada sejak zaman penjajahan voc yaitu divide et impera atau politik adu domba, dan menjadi kebiasaan di masa sekarang. Cara untuk mengatasinya yaitu seluruh rakyat harus punya visi yang sama seperti keinginan merdeka dari Belanda," ujar akun @mzz28**. 

"Polarisasi muncul karena ketidakadilan, yang satu diangkat dan yang satu diinjak, siapa yang punya kekuasaan mengangkat sekaligus menginjak? Yang jelas bukan yang tidak memiliki kekuasaan untuk bahkan untuk sekadar bertahan dan membela diri," tulis akun @riri034**. 

"Selama jargon kadrun dan cebong nggak di hilangkan beserta buzer-buzernya polarisasi itu akan terus subur. Karena ada media yang mendukung dan dibiarkan seolah-olah dipelihara oleh negara," kata akun @apry**. 

"Saya rasa polarisasi ini memang sengaja dipelihara demi melanggengkan oligarki gus, dulu pasca pilpres diangkutlah Prabowo ke istana dengan dalih rekonsiliasi to nyatanya hanya untuk memperkuat oligarki," imbuh akun @St3lk3**. 

"Ngomongnya ke Ade Armando, Denny Siregar, Eko Kuntadhi, Zein Kribo, Permadi Arya dan sejenisnya. Kasih tau mereka, surga itu ada," imbuh akun @Ganda**. 

"Sangat mengada-ngada anda, polarisasi itu akan tetap ada selama Band its politik dan bank Sat bersorban gentayangan, hanya karena tehnologi sudah maju sehingga "permusuhan" itu timbul ke permukaan," timpal akun @ismei_akun**. 

Kontributor : Fitroh Nurikhsan

Load More