
SuaraJawaTengah.id - Masih tingginya kasus pelecehan seksual di Indonesia, membuat psikolog Lia Sutisna Latif M.Psi menyebut perlu adanya edukasi pertahanan diri dari orang asing untuk anak, remaja dan dewasa demi mencegah perilaku tersebut di ruang publik.
"Penting untuk mengedukasi masyarakat dan berbagai kalangan, sehingga mereka tau 'oh ini yang harus aku lakukan'. Karena boleh saja kita memiliki pertahanan diri dari orang asing itu harus dan sangat perlu," ucap Lia dikutip dari ANTARA, Minggu (10/7/2022).
Sebagai contoh Lia menyebutkan anak dapat diajari untuk selalu bersama orangtua mereka ketika sedang di ruang publik. Kemudian untuk anak-anak yang berada di ruang publik bersama teman, Lia menyarankan agar anak tidak boleh berada di satu tempat sendirian.
"Kemudian jika ada seseorang yang menawarkan (minuman) di bar atau café jangan mudah menerima sesuatu atau misalnya pura-pura berkenalan, bisa dijawab singkat tetapi sopan," ucap Lia.
Tipe pelaku dan dampak pada korban
Lebih lanjut dosen psikologi forensik di PTIK itu mengatakan dari sejumlah kasus dan penelitian yang dia pelajari, terdapat tiga tipe pelaku pelecehan seksual.
Yang pertama adalah latar belakang kepribadian si pelaku, pola perilaku atau kebiasaan dan karakter demografis seperti tempat terbuka yang banyak orang atau tempat terbuka yang sepi.
Selain itu juga ada tipikal organized yaitu orang yang merasa mempunyai kedudukan atau sehingga memanfaatkan korban yang terlihat ‘lemah’. Ada juga tipikal pelaku impulsive dan berani ambil risiko misalnya di angkutan umum. Dan yang terakhir oportunistik yaitu tipikal yang memanfaatkan keadaan seperti ruang publik yang sepi.
"Biasanya profil-profil pelaku seperti ini dia ada kemarahan, punya perilaku merusak dan ada kepribadian yang antisosial," ucapnya.
Baca Juga: Manajemen JKT48 Bantah Ada Pelecehan Seksual, The Park Mall Tidak Merespon Pemberitaan
Banyaknya pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik membuat masyarakat sekitar harus turut andil dalam mengatasi kejadian tersebut. Jika masyarakat atau orang terdekat melihat tindak pelecehan seksual, Lia meminta agar masyarakat dapat segera menarik korban dari pelaku dan membawa korban ke tempat di mana korban bisa menenangkan dirinya.
"Yang paling penting kita membuat aman korban dulu, kita tarik, kita tanya kamu tidak apa-apa atau tiba-tiba nangis kita coba tenangkan, yang lain bantu menangani pelaku. Tapi yang paling penting adalah bagaimana membuat nyaman dan diterima si korban dulu, korban dulu yang harus kita utamakan," tambah Lia.
Sementara itu pada anak-anak, dampak psikologis yang dirasakan dikatakan Lia biasanya adalah rasa malu, merasa bersalah karena "mengizinkan" pelaku melakukan hal itu tanpa dia sadari, merasa takut bertemu orang dewasa, bermimpi buruk karena memori yang tidak menyenangkan dan frustasi. Dampak yang sama juga bisa berlaku pada korban remaja dan orang dewasa.
Humas APSIFOR itu juga mengatakan peran orangtua sangat penting untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anak. Penelitian mengatakan salah satu terjadinya pelecehan seksual yaitu orangtua kurang atensi atau awareness terhadap keberadaan anak di tempat umum.
"Pendidikan seksual juga boleh (diajarkan) sejak dini. Tidak melulu itu pengenalan reproduksi. Misalnya seperti anak mulai umur 3 tahun, karena anak sudah mulai mengenal orang dewasa, anak mulai berinteraksi, baru kita perkenalkan siapa yang bisa kamu kenal (orangtua atau dokter)," ucapnya.
Lia mengatakan tidak banyak korban yang bisa langsung melapor jika mengalami pelecehan seksual, terutama perempuan. Banyak pertimbangan yang dihadapi salah satunya membutuhkan fase untuk menenangkan diri dan takut pada sikap publik. Dukungan orang terdekat juga sangat penting pada fase ini.
"Tidak semua siap untuk melaporkan, jadi tergantung dari pribadinya masing-masing," kata Lia.
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA menunjukkan, pelecehan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan.
Periode 1 Januari sampai Juli 2022 terdapat 10.569 korban perempuan dan 1.769 korban laki-laki dari total 11.400 kasus, dan korban terhadap anak sebesar 56,2 persen dari total kasus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Usai Jokowi, Kini Dokter Tifa Ungkit Ijazah SMA Gibran: Cuma Punya Surat Setara SMK?
- Jay Idzes Pakai Jam Tangan Rolex dari Prabowo saat Teken Kontrak Sassuolo
- Cari Bedak Murah yang Mengandung SPF? Cek 5 Rekomendasinya, Mulai Rp20 Ribuan
- 4 Rekomendasi Moisturizer Vitamin C untuk Wajah Cerah Bebas Flek Hitam, Harga Terjangkau
- Belanja Seru di BFF Festival 2025, Tiket Hemat 30% via BRImo
Pilihan
-
Grup Emiten Boy Thohir Disebut Dapat Diskon Tak Wajar atas Pembelian Solar di Pertamina
-
Sri Mulyani: Mengelola Anggaran Tanpa Transparansi Pasti Banyak Setan
-
Sempat Dikabarkan Meninggal, Wartawan Tuturpedia Selamat dan Dirawat di RSUD Soewondo
-
Ma'ruf Amin Tagih Utang ke Prabowo
-
Update Demo Pati: Kabar Wartawan Meninggal Tidak Benar, Dirawat di RSUD Soewondo
Terkini
-
Bank Mandiri Wirausahakan Petani Kebumen, Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional
-
Niat Hati Minta Maaf, Bupati Pati Sudewo Malah Dilempar Botol, Publik Geram: Tidak Punya Malu!
-
Banjir Air Mineral di Alun-alun Pati: Balasan Menohok Warga Atas Ucapan Arogan Bupati Sudewo
-
Kantor Kejaksaan Dijaga TNI, Kajati Jateng Wanti-wanti: Jangan Arogan dan Sulitkan Warga!
-
Mahasiswa Temanggung Merapat! Beasiswa S1 Rp 6 Juta per Tahun dari Baznas, Kuota Masih Separuh!