SuaraJawaTengah.id - Tanah lapang dengan rumput hijau terhampar disebelah sungai Lampir yang membelah dua kabupaten Batang dan Kendal.
Hamparan tanah lapang yang kini menjadi kawasan wisata pemandian air panas tersebut terletak di Desa Sangubanyu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang menyimpan segudang kisah kelam dipenghujung tahun 70 silam.
Area tersebut merupakan bekas kamp tawanan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani ) yang kerap disebut dengan kamp Plantungan.
Berada di daerah lembah dan dikelilingi pepohonan yang rimbun, dengan derunya sungai Lampir, seolah membungkam tragedi pasca pecahnya pembantaian 7 jendral, yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.
Warga Desa Sangubanyu, Sukarni (53) ingat betul kenangan kala dirinya masih berusia 10 tahun. Kala itu, ia kerap berinteraksi dengan sejumlah perempuan yang dianggap sebagai Gerwani dan ditawan di kamp Plantungan tersebut.
"Dulu ketika saya kecil sering main jalan-jalan ke bawah ,di sekitar penjara itu ada kaya aparat yang jaga pakai seragam sama bawa senjata," ungkap Sukarni beberapa waktu lalu kepada SuaraJawaTengah.id
Ia menceritakan, selain dijaga ketat oleh aparat, kamp plantungan tersebut dikelilingi oleh kawat berduri mengitari seluruh penjara.
Kala itu, ia bersama teman-teman masa kecilnya tak berani mendekat ke area kamp. Namun, ia bisa melihat aktivitas para tahanan perempuan dari atas bukit.
"Itukan bawah dekat sungai ya, kita tidak berani turun karena ada yang jaga. Ya cuma liat kegiatan mereka aja dari atas," ungkap Sukarni.
Baca Juga: Nahas! Kepala Kantor Kemenag Tewas Gantung Diri di Gudang Samping Rumah
Sukarni menuturkan, kegiatan para perempuan yang berada di kamp plantungan diisi dengan berkarya, seperti menjahit hingga berkesinan seperti latihan tari tradisional dan pementasan wayang.
"Dulu waktu kecil suka lihat mereka lagi ada latihan tradisional sampe pagelaran wayang dari luar penjara," tuturnya.
Ia melanjutkan, selama melakukan sejumlah aktifitas di kamp, para perempuan tahanan juga beberapa kali berinteraksi dan ramah terhadap warga sekitar.
Sukarni menuturkan , ia bersama teman-teman masa kecilnya pernah menerima baju dari hasil jahitan para tahanan perempuan tersebut.
"Bahkan saat suami saya kecil sering diberikan baju hasil jahitan perempuan yang di tahan disana, suami saya kan juga asli sini," jelas Sukarni.
Sukarni mengaku, meski dahulu ia kerap berinteraksi dengan para tahanan di kamp plantungan. Ia tak mengetahui, sebab para perempuan tersebut ditahan di daerah terpencil seperti desanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Terungkap! Ini 3 Lokasi Tambang yang Bikin Gunung Slamet Gundul
-
10 Mobil Baru yang akan Hadir di 2026 dan Bocoran Harganya
-
Identix Group Buka Gerbang Ekspor Produk Lokal Jateng, Kopi dan Rempah Bakal Tembus ke 42 Negara
-
Nasib Khairul Anwar di Ujung Tanduk, Rangkap Jabatan Ancam Kursi Panas Ketua PSSI Jateng?
-
Jawa Tengah Dinobatkan sebagai Provinsi Sangat Inovatif dalam IGA Award 2025