Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 01 Oktober 2022 | 09:52 WIB
Rumah bekas kantor Kecamatan Sawangan di Dusun Ngaglik Atas, Desa Sawangan, Kecamatan Magelang. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

“Bersama pemuda-pemuda. Yang merah-merah itu (yang dimaksud Pemuda Marhaen-PNI). Istilahnya jaman itu ‘pedet-pedete’,” kata Sarmidi.

Sekilas OPR dan Pemuda Marhaen-PNI

Organisasi Perlawanan Rakyat dibentuk pemerintah tahun 1949. Saat usia Republik masih muda, banyak meletus pemberontakan di daerah.  

Pemerintah merasa perlu membentuk organisasi keamanan berbasis rakyat yang tugasnya membantu memadamkan pemberontakan itu.

Pada perjalanannya, OPR berkembang menjadi satuan Pertahanan Sipil (Hansip) yang kemudian tergabung dalam Lembaga Keamanan Masyarakat Desa.

Sebagai saingan politik -dalam rebutan kursi di Dewan maupun secara ideologis- PNI punya kepentingan memberangus gerakan PKI.

Meski Presiden Soekarno sebagai salah satu tokoh dan pendiri PNI bersikap lunak pada PKI, gesekan massa di tingkat akar rumput partai berlambang kepala banteng di tengah segi tiga ini cukup panas terhadap PKI.

Keterlibatan PNI dalam pemberantasan PKI sering disebut ambigu. Di satu sisi banyak kader yang terlibat aktif menangkap anggota Partai Komunis, tapi di sisi lain beberapa anggotanya -PNI kiri- ada juga yang dituduh tersangkut PKI.  

Di Jawa hingga Bali, kader PNI yang terlibat pembersihan anggota Partai Komunis Indonesia, diidentifikasi kerap mengenakan atribut kaos berwarna hitam saat sedang melancarkan aksi.

Baca Juga: Cerita 137 Tahanan PKI Mempawah yang Diselimuti Wajah Ketakutan

Selebaran dari Helikopter

Berita soal terjadinya percobaan pemberontakan PKI di Jakarta, baru diterima “resmi” masyarakat Sawangan beberapa bulan setelah September.

Gepokan selebaran berisi doktrin bahwa Partai Komunis Indonesia pimpinan DN Aidit terlibat pembunuhan para Jenderal di Lubang Buaya, dijatuhkan dari helikopter.

Sarmidi dan teman-temannya berebut memunguti selebaran yang terserak di areal sawah. “Isinya ya berita ada meletusnya G30S itu. Tapi saya juga belum terlalu pintar baca. Belum sampai (pikirannya).”

Kertas-kertas itu disebar agar rakyat dimana-mana tahu bahwa telah terjadi upaya pemberontakan PKI di Jakarta. “Orang-orang yang pulang dari pasar di Kidul Talaman pada minta selebaran itu. ‘Dik kulo nyuwun dik’,” kata Sarmidi.

“Mboten wong niki saking Pak Presiden dikei kulo (tidak ini dari Presiden dikasihkan saya). Nek njenengan ajeng nyuwun tapi tumbas (Kalau anda mau tapi beli). Ya dibeli. Dari anak-anak kecil dibeli berapa rupiah itu.”

Load More