Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Minggu, 02 Oktober 2022 | 15:06 WIB
Dua mobil polisi jadi sasaran Aremania pasca kekalahan tim Singo Edan atas lawannya Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang. [Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia]

SuaraJawaTengah.id - Tragedi maut di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang harus menjadi pelajaran berharga untuk masayarakat maupun penyelanggara kompetisi. Kurang dewasanya suporter menjadi penyebab utama pada tragedi tersebut. 

Hal itu tentu saja membuat aparat keamanan dilema, menyelamatkan pemain atau membubarkan massa yang semakin mengganas?

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, bukan bentrok antara suporter Persebaya dan Arema FC.

"Perlu saya tegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan itu bukan bentrok antara suporter Persebaya dengan Arema. Sebab pada pertandingan itu suporter Persebaya tidak boleh ikut menonton," kata Mahfud dikutip dari ANTARA, Minggu (2/10/2022).

Baca Juga: Update! Korban Meninggal Tragedi Stadion Kanjuruhan Tembus 170 Orang Lebih

Menurut dia, para korban itu umumnya meninggal karena desak-desakan, saling himpit, dan terinjak-injak, serta sesak nafas.

 "Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antarsuporter," kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, aparat kepolisian sebelum pertandingan dilaksanakan sudah mengantisipasi melalui koordinasi dan usul-usul teknis di lapangan. Misalnya, pertandingan agar dilaksanakan sore, jumlah penonton agar disesuaikan dengan kapasitas stadion, yakni 38.000 orang.

"Tapi usul-usul itu tidak dilakukan oleh panitia yang tampak sangat bersemangat. Pertandingan tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000," kata Mahfud.

Pemerintah, tambah dia, telah melakukan perbaikan pelaksanaan pertandingan sepak bola dari ke waktu dan akan terus diperbaiki.

Baca Juga: Mengerikan! Ternyata Begini Awal Kronoligis Tragedi Kanjuruhan Hingga Dihujani Tembakan Gas Air Mata

"Tetapi olahraga yang menjadi kesukaan masyarakat luas ini kerapkali memancing para suporter untuk mengekspresikan emosi secara tiba-tiba," ujarnya.

Hingga Minggu pagi, sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi yang terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta dalam jumpa pers di Malang, Minggu, mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.

"Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri," kata Nico. 

Nico menyebutkan sebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sementara sisanya meninggal dunia saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat.

Hiraukan Rekomendasi Polisi

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya Surabaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]

Anggota DPR RI Habiburokhman menyesalkan tindakan penyelenggara Liga Indonesia yang mengabaikan rekomendasi kepolisian soal perubahan jadwal pertandingan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

"Situasinya memang sangat rumit. Di satu sisi, Polri sudah berupaya maksimal mengingatkan potensi kerusuhan dengan merekomendasikan perubahan jadwal. Di sisi lain, Polri tidak bisa memaksakan perubahan jadwal kepada pihak liga," kata Habiburokhman.

Akibat tetap digelarnya pertandingan antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan tersebut, ratusan suporter meninggal dunia.

"Saat kericuhan terjadi juga rumit. Di satu sisi, aparat harus melindungi para pemain Arema dan Persebaya yang bisa jadi nyawanya terancam. Di sisi lain, tidaklah mudah untuk mengendalikan massa yang berjumlah amat banyak," tambahnya.

Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, bermula saat ribuan pendukung Aremania merangsek masuk ke area lapangan setelah Arema FC kalah dari Persebaya dengan skor 3-2. Kemudian, para pemain dan ofisial Persebaya langsung meninggalkan Stadion Kanjuruhan dengan menggunakan empat mobil barakuda.

Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan, termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari Polri dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut.

Hingga Minggu pagi, sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi yang terjadi pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya, kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta di Jawa Timur.

Gas Air Mata Langgar Aturan FIFA

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyesalkan penggunaan gas air mata oleh polisi dalam menangani kerusuhan suporter dalam tragedi Kanjuruhan yang sedikitnya menewaskan 129 orang.

"Larangan penggunaan gas air mata itu telah diatur FIFA dan tertuang pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan. Jelas ditulis: Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa," kata LaNyalla.

Menurut mantan Ketua Umum PSSI itu, penggunaan gas air mata menimbulkan kepanikan sehingga ratusan orang berdesakan ingin keluar dari tribun yang kemudian membuat korban berjatuhan.

LaNyalla juga menilai tragedi Kanjuruhan membuktikan lemahnya koordinasi. Padahal sebelum match, pasti ada rakor pengamanan antara Panpel dengan Kepolisian.

"Entah apa alasan yang membuat polisi menembakkan gas air mata ke tribun, sehingga membuat kepanikan massal," kata LaNyalla yang sedang kunjungan kerja di Jawa Timur.

Mantan Ketua Badan Timnas PSSI itu mengatakan, strategi evakuasi yang utama adalah mengamankan pemain, dan itu sudah dilakukan.

"Selanjutnya tinggal mencegah penonton melakukan perusakan atau saling serang antara dua kubu. Sambil semua pintu keluar dan jalur evakuasi dibuka untuk pengosongan stadion," katanya menambahkan.

Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, upaya pengosongan tribun dengan menembakkan gas air mata, jelas menyalahi aturan FIFA.

Dunia sepakbola tanah air berduka. Ratusan pendukung Arema meninggal setelah terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut peristiwa ini menjadi catatan kelam sepakbola nasional. Ia sangat berdukacita atas peristiwa tersebut dan meminta semua stakeholder sepakbola nasional melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang.

"Kerusuhan sepakbola memang pernah terjadi. Tapi kejadian di Kanjuruhan ini sangat luar biasa, karena jumlah korban sangat besar. Sebuah catatan kelam bagi persepakbolaan nasional, bahkan dunia. Saya prihatin dan menyesalkan kenapa hal itu harus terjadi," katanya menegaskan.

Load More