SuaraJawaTengah.id - Warganet harus mengutamakan etika dalam berinternet, terutama saat berinteraksi di media sosial, sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi pengguna lain dan masyarakat.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Yanti Dwi Astuti mengatakan internet ibarat pisau bermata dua, satu sisi memudahkan komunikasi dan pencarian informasi, sisi lain ada dampak negatif akibat hoaks, pornografi, dan penipuan daring.
"Dampak negatif internet memicu tindakan yang melanggar etika digital," kata Yanti dikutip dari ANTARA pada Minggu (16/10/2022).
Ia menyatakan, untuk menjadi warganet berakhlak mulia pengguna digital seharusnya mampu mengeliminasi pelanggaran etika digital di media sosial. Selain itu, warganet juga membutuhkan literasi digital terkait tata krama penggunaan internet (netiket).
Baca Juga: 4 Cara Melindungi Kesehatan Mental Kamu dari Media Sosial
"Penguasaan soft skill literasi digital harus dimiliki para pengguna media digital," tegas Yanti.
Bagi Yanti, menjadi warganet berakhlak mulia dapat dilakukan dengan cara mengenali netiket di ruang digital. Di antaranya adalah menghormati orang lain, tidak membawa-bawa SARA, menghormati hak cipta, menghargai privasi, bijak dan santun bertutur kata, dan jadilah insan yang pemaaf.
Dalam paparannya, Yanti juga menyoroti banyaknya kasus pelanggaran etika di media sosial.
"Misalnya mengeluh, mengumpat, menyebar hoaks, ghibah, adu domba, nyinyir, bullying," sebut anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) itu.
Dari perspektif budaya digital, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang Nawang Warsi mengatakan, menjadi warganet berakhlak mulia berarti melakukan kebaikan kepada orang lain, menghindari sesuatu yang menyakiti orang lain, dan menahan diri tatkala disakiti.
Baca Juga: Beredar Video Lesti Kejora Dan Rizky Billar Mesra, Diduga Setelah Cabut Laporan KDRT
Menurut Nawang, meskipun hak digital telah menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital, namun hal itu juga disertai tanggung jawab.
"Ada hak, ada pula tanggung jawab. Misalnya, menjaga hak-hak atau reputasi orang lain. Menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan dan moral publik," pungkas Nawang Warsi.
Berita Terkait
-
Viral Earbuds Berdarah, Ini Batas Aman Volume untuk Mendengarkan Musik
-
5 Fungsi Kabel Fiber Optik Bagi Jaringan Internet Modern
-
Australia Bikin RUU Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Jika Dilanggar Dendanya Mencapai Rp500 Miliar
-
Alasan Pemerintah Mau Bangun AI Center di Papua, Padahal Akses Internet Terbatas
-
Jadi Tren Lagi di Medsos, Apa Itu Independent Women?
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Wapres Gibran Dukung UMKM dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Semarang
-
Dari Tambakmulyo untuk Jateng: Mimpi Sanitasi Layak Menuju SDGs
-
Pengamat Nilai Program Pendidikan Gratis dan Rp300 Juta per RW dari Yoyok-Joss Realistis
-
Perebutan Suara NU: Luthfi-Yasin vs Andika-Hendi, Siapa Lebih Unggul?
-
Wapres Gibran Tinjau Program Makan Bergizi di SMKN 7 Semarang, Siswa Sambut Antusias