Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 22 Juli 2023 | 09:51 WIB
Sosok tuna netra Tarsono penjual bensin eceran di Jalan Siliwangi, Kalibanteng, Kota Semarang. Jumat (21/7) [Suara.com/Ikhsan)

SuaraJawaTengah.id - Tarsono seorang tuna netra di Kota Semarang masih tak percaya dirinya bisa melewati segala kesusahan dalam hidupnya. Tarsono yang sehari-hari menjual bensin eceran dan makanan ringan pernah berada dititik terendah dan terpaksa menjadi pengemis.

Di sebuah lapak bensin eceran di Jalan Siliwangi, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Tarsono menceritakan perjalanan hidupnya yang terbilang sangat berat.

Lelaki kelahiran Banjarnegara pertama kali merantau ke Kota Semarang tahun 1999. Saat itu dia berprofesi sebagai tukang pijat.

Lambat laun, seiring dirinya punya anak dan kebutuhan keluarga semakin besar. Profesi sebagai tukang pijat tak bisa diandalkan. Tarsono dan istri sering meminjam uang pada tetangga guna membayar kontrakan dan kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: BREAKING NEWS! Kereta Api Tabrak Truk Trailer di Kota Semarang, Kebakaran Hebat Terjadi

"Hutang-hutang itu terus menumpuk sampai Rp10 juta. Saya pinjam uang buat bayar kontrakan, makan, dan biaya sekolah anak," tutur Tarsono saat ditemui SuaraJawaTengah.id, Jumat (21/7).

Berada di kondisi sulit tersebut membuat Tarsono tidak bisa berpikir panjang. Dengan berat hati, dia memutuskan menjadi pengemis.

"Saya terpaksa jadi pengemis selama dua tahunan. Jalan itu saya pilih buat bayar hutang dan mengumpulkan modal buat jualan," paparnya.

Pada tahun 2017, Tarsono akhirnya terbebas dari hutang. Dia dan istri pun memulai hidup baru dengan berjualan makanan ringan keliling.

Naas, setahun berikutnya tepat tanggal 5 Mei 2018. Keluarganya kembali diterpa musibah. Uang dan perhiasaan yang dimiliki Tarsono dirampok orang.

Baca Juga: Kasus Jual Beli Bayi di Semarang Terungkap, Dua Perempuan Diamankan

"Waktu itu ada orang yang mau ngasih bantuan. Terus istri dan anak saya dibawa. Taunya istri dan anak saya malah dibuang di Jalan Wologito Semarang Barat," imbuhnya.

"Orang itu kemudian balik untuk minta kartu KIS saya. Mereka mintanya terkesan maksa dan ambil dompet saya begitu aja.
Terus saya nggak sadar kalau seluruh uang dan perhiasaan istri saya dompet itu ternyata dirampok," lanjutnya.

Selang tiga jam, istri Tarsono pulang ke rumah dan menceritakan apa yang dialaminya. Istri Tarsono kemudian pingsan ketika mendengar dompetnya berisikan uang dan perhiasaanya dirampok.

"Saya kembali terpaksa jadi pengemis setengah tahun buat ngumpulin modal lagi," kenangnya.

Diusianya yang kini menginjak kepala lima, Tarsono lebih banyak tersenyum. Pasalnya dari jualan bensin eceran dan makanan ringan sudah cukup menghidupi istri, tiga anak dan dua cucu.

"Kalau jualan bensin dari jam 6-9 pagi. Terus saya istirihat, lalu lanjut jualan lagi jam 3-6 sore. Malamnya saya jualan makanan ringan mangkal di sebuah mini market," terangnya.

Diakui Tarsono, tak sedikit orang-orang yang memanfaatkan keterbatasan penglihatannya. Dia sering menemui orang yang tidak bayar ketika membeli bensin eceran miliknya.

"Ya ada orang yang pura-pura nggak bawa uang. Tapi mereka nggak balik lagi. Terus ada juga yang diam-diam mengambil bensin saya," kata Tarsono.

"Saya ikhlaskan, karena saya percaya yang jahat satu orang. Tapi yang baik ada seribu orang. Saya berhasil bangkit karena sering dibantu orang-orang dermawan," pungkasnya.

Kontributor: Ikhsan

Load More