Jalur paling dekat bagi wisatawan dari area parkir menunju loket tiket adalah melewati selasar timur atau menyebrang bangunan kompleks di sisi utara Kampung Seni.
Akibatnya pedagang seperti Sarinah yang kebagian jatah lapak di pojok belakang sisi barat, jarang sekali dilewati pengunjung.
“Pedagang di blok yang menghadap utara itu nggak lihat kendaraan parkir, tapi malah dapat uang. Kita lihat tamu banyak tapi nggak ada yang mampir.”
Sekitar satu jam nongkrong di depan lapak Sarinah, hanya kami yang terlihat jajan di blok ini. “Lihat sendiri, nggak ada yang duduk sama sekali. Paling dapat uang Rp10 ribu. Buat beli bensin saja nggak dapat 1 liter,” ujar Sarinah.
Para pedagang di blok ini mengandalkan pemasukan dari teman yang kebetulan mampir untuk sekadar ngelarisi jualan. “Cuma kayak gini kita dapat. Kalau ada teman gini, mas-nya duduk sini sambil ngasih rejeki,” kata Aeng yang ikut nimbrung mengobrol.
Demi alasan keamanan, Aeng juga minta namanya disamarkan. Siang itu dia mengaku belum mendapat satupun pembeli. “Paling banter saya cuma bisa jual tiga gelas kopi.”
Aeng dan Sarinah sesama mantan pedagangan pasar kaki lima yang dulu berjualan di zona II Borobudur. Bagai bumi dan langit, mereka membandingkan pendapatan berjualan di lokasi lama dengan di Pasar Seni Borobudur.
Apalagi sekarang saatnya masa libur Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi musim panen bagi para pedagang Borobudur.
“Jangan dibilang (perbedaannya). Di sana (pasar lama) jualan masih bebas. Akhir bulan (saat musim liburan) kalau uang kita nggak kepake buat apa-apa, Rp10 juta bersih,” ujar Sarinah.
Di pasar yang lama, Sarinah berjualan soto, gudeng, nasi goreng dan macam-macam minuman. Dia menyewa kios ukuran sekira 6 meter persegi yang cukup untuk menata meja dan kursi makan.
Di Kampung Seni Borobudur, Sarinah berjualan menempati lapak atas nama ibunya. “Saya mewakili mak’e saya. Mak’e saya sudah sepuh, kalau kesini lihat jualan sepi kayak gini makin...,” kata Sarinah seraya memijat dahi.
Tidak semua mantan pedagang di zona II Borobudur bisa menempati lapak jualan di Pasar Seni. Ada sekitar 324 pedagang yang tergabung dalam paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) belum mendapat kepastian tempat.
Sebelum direlokasi, tercatat ada 7 paguyuban yang mewadahi pedagang Borobudur. Paguyuban terbagi berdasarkan jenis barang yang dijajakan atau lokasi tempat mereka berjualan.
SKMB termasuk paguyuban yang paling tua berdiri, juga dengan jumlah anggota terbanyak. Sebelum tercerai berai akibat relokasi, dari total 1.943 pedagang Borobudur, 767 diantaranya anggota SKMB.
Jalur Acak Wisatawan
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota